9 Karyawan Marina Mamberamo Hotel yang Dirumahkan Minta Kejelasan

“Saya ikut saja bila mereka mengadu ke disnaker. Inikan hanya segelintir orang saja yang terus kipas-kipas keadaan,” ucap Tjandra.

Sorong, PbP – Pandemi Covid -19 dijadikan alasan bagi pengusaha untuk berbuat sewenang-wenang kepada pekerja dengan dalil merumahkan tanpa diberikan haknya. Kondisi inilah yang sering dilihat dan tidak banyak pekerja yang mau menyuarakan persoalan yang dialami di masa pandemi.

Keberanian beberapa pekerja untuk meminta haknya yang terabaikan ditengah wabah pandemi Covid-19 patut diberikan ancungan jempol. Hal inilah yang coba disuarakan oleh sembilan pekerja di Marina Mamberamo Hotel Sorong. “Tujuan kami datang ke Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perjuangan (PBHKP) Sorong untuk meminta bantu membantu kami mencari kejelasan, terkait persoalan yang kami alami, “ungkap Ignasius Danggong.

Perwakilan 9 karyawan Marina Mamberamo Hotel di dampingi Tim dari PBHKP saat memberi keterangan pers di Mabes PBHKP, Sabtu (3/10).PbP/EYE
Perwakilan 9 karyawan Marina Mamberamo Hotel di dampingi Tim dari PBHKP saat memberi keterangan pers di Mabes PBHKP, Sabtu (3/10).PbP/EYE

Mewakili kedelapan para karyawan Marina Mamberamo Hotel, Ignasius dalam keterangan pers menuturkan sangat berharap PBHKP Sorong bisa membantu mencari penyelesaian atas kegelisahaan dan keresahan yang pihaknya alami sejak April 2020. Yang mana pimpinan Hotel tempat kesembilan karyawan mencari nafkah telah membuat kebijakan untuk merumahkan para pekerja.

Persoalannya, kata Ignasius, mereka sembilan orang dirumahkan tanpa kejelasan soal pengupahan, tunjangan hari raya (THR) dan BPJS Ketenagakerjaan. “Kami berharap PBHKP bisa membantu mencari solusi masalah yang kami hadapi,” ucap Igansius di Markas PBHKP Sorong, Sabtu (3/10).

Sebelum datang ke PBHKP, Ignasius beberkan pihak telah sebanyak dua kali melakukan mediasi bersama pimpinan hotel namun hasil mediasi tersebut sangat tidak membuat kegelisahan para karyawan yang dirumahkan menjadi legah. Padahal yang kesembilan karyawan hotel minta hanyalah gaji mereka tetap dibayarkan dengan cara mereka tetap bekerja dengan sistem roling, tunjangan THR dibayarkan dan iuran BPJS Ketenagakerjaan tetap dibayarkan pihak perusahaan.

“Kami telah dua kali melakukan mediasi dengan pimpinan hotel namun mediasi tersebut tak membuahkan hasil yang menyenangkan bagi kami. Padahal yang kami minta ada kebijakan untuk melakukan roling kerja antara karyawan yang bekerja dengan yang dirumahkan. Namun keinginan para pekerja tersebut tidak membuahkan hasil, sebab pihak perusahaan tidak mau melakukan roling. Kemudian permintaan agar THR bisa dibayarkan pun belum mendapat kejelasan pada mediasi pertama, “tutur Ignasius.

9 karyawan Marina Mamberamo Hotel yang mengadu ke PBHKP. PbP/EYE
9 karyawan Marina Mamberamo Hotel yang mengadu ke PBHKP. PbP/EYE

Setelah mediasi pertama, pihak karyawan yang dirumahkan berupaya melakukan mediasi kedua. Dari tiga tuntutan karyawan soal roling dan BPJS Ketenagakerjaan tidak ada titik temu. Titik temu pertemuan kedua hanyalah soal pembayaran THR. “Soal THR ada titik temunya. Pihak perusahaan akan membayarkan THR dengan cara mencicil,” kata Ignasius sembari menambahkan jumlah karyawan Marina Mamberamo Hotel yang dirumahkan ada sekitar 30 orang.

Tujuan pihaknya melakukan mediasi waktu itu dengan opsi roling tujuannya agar ada ikatan antara karyawan dengan pihak hotel, karena ada gaji. “Dengan adanya tunjangan dan gaji menjadi pengikat sehingga kami masih tahu bahwa kami masih menjadi karyawan,” ucap Ignasius.

Sementara itu, Areos Borolla mewakili Tim PBHKP yang menangani pengaduan karyawan Marina Mamberamo Hotel menyampaikan setelah menerima laporan langkah untuk melakukan klarifikasi telah pihaknya lakukan namun , tidak ada jawaban. “Upaya hukum telah kami lakukan dengan menyurati pihak Marina Mamberamo Hotel namun, sampai dua minggu menunggu tak ada jawaban,” ujar Areos.

Belum kunjung mendapat jawaban membuat pihaknya berencana mengajukan somasi, tetapi belum sampai somasi pihaknya layangkan, sudah ada jawaban. Hanya saja jawaban yang diberikan dalam bentuk surat yang tidak sampai ke tangan PBHKP.

“Meski demikian, kami tetap beretikad baik untuk melihat surat balasan tersebut. Sayangnya isi surat balasan dari pihak hotel sangat tidak mengenakkan bahasa yang disampaikan. Maka itu, somasi tidak kami layangkan dan kami akan langsung menyurat ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Sorong guna melihat persoalan ini, ” aku Areos.

Pihak PBHKP sangat memahami kondisi pandemi Covid-19 dan berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kerja serta Edaran Menteri Tenaga Kerja, maka itu, upaya meminta Disnaker agar bisa duduk bersama antara karyawan dan pihak perusahaan untuk  menyelasaikan persoalan yang dialami karyawan Marina Mamberamo Hotel.

Sementara itu, di tempat berbeda, Pimpinan Marina Mamberamo Hotel, Antonius Tjandra yang dikonfirmasi telah mengetahui ada beberapa karyawannya yang mengadu ke PBHKP karena dirumahkan. Tjandra menegaskan dirinya pun sebenarnya tidak ingin merumahkan karyawannya bila kondisi hotel dalam keadaan normal.

Pandemi Covid-19 ,kata Tjandra, telah membuat pihaknya terpaksa merumahkan sekitar 30 karyawan guna mengurangi operasional hotel yang sangat tidak sebanding antara pendapatan dan pengeluaran hotel. “Saya terpaksa merumahkan karyawan dari bulan April. Siapapun tentu tidak mau terjadi kondisi seperti ini. Saya tahu kesulitan yang mereka alami tanpa mereka beritahukan, tapi mau bagaimana lagi”.

Antonius Tjandra
Antonius Tjandra

Ditegaskannya, “Ini semua karena Covid-19. Kalau bukan karena Covid, tidak ada alasan buat saya merumahkan karyawan”.

Terkait adanya keluhan karyawan tersebut, Tjandra katakan dirinya menanggapi srcara positif upaya yang mereka lakukan untuk mengeluhkan kondisi yang dialami kepada lembaga bantuan hukum. Pokoknya untuk karyawan yang dirinya rumahkan, “saya hanya minta kebijaksanaan dari mereka”.

Sejak pandemi Covid -19 terjadi, aku Tjandra, kunjungan ke hotelnya sepi, kondisi inilah yang kemudian menjadi alasan bagi pihaknya untuk merumahkan karyawan. Tanpa pemasukan untuk membayar beban opersional seperti listrik, perawatan hotel dan pajak pihaknya sudah kewalahan. “Tamu kami saja sudah berapa hari terakhir ini, nol sama sekali. Artinya tidak ada tamu yang datang. Ini kenyataan yang kami alami selama pandemi Covid-19,” kata Tjandra.

Siapa juga yang mau kasih stand bay karyawan dirumah namun keadaanlah yang membuat terpaksa opsi merumahkan karyawan dipilih. Dirinya pun tentu tidak tega merumahkan karyawan tanpa dibayar. “Selama pamdemi tidak ada kunjungan, dari sejak April enam sampai sekarang hanya masuk dua sampai tiga tamu, dari 67 kamar,” ulas Tjandra.

Disinggung soal karyawan yang mengadu, Tjandra katakan memang dari 30 karyawan yang dirumahkan semuanya mengeluh namun sebagian besar mereka bisa memahami kondisi perusahaan hanya segelintir orang saja yang mempanas-panasi keadaan. “Jadi sebagian besar mereka bisa memahami kondisi perusahaan. Mereka tahu kalau sudah keadaan normal perusahaan akan memanggil mereka,” tutur Tjandra.

Lantas soal upaya karyawan mengadu ke Disnaker, Tjandra katakan dirinya siap saja, bila mereka mengadu ke Disnaker. “Saya ikut saja bila mereka mengadu ke disnaker. Inikan hanya segelintir orang saja yang terus kipas-kipas keadaan,” ucap Tjandra.

Soal roling kerja memang tambah Tjandra tak disetujui, sebab hanya akan membuat ruwet dari sisi pembayaran upah sementara pemasukan sama sekali tidak ada. Disisi lain untuk THR saja meski dengan cara cicil tetap pihaknya upayakan dibayar.

“Lantas bagaimana bila mereka tidak kerja, lantas minta dibayarkan. Terus kalau mau saya kerjakan semua, lantas datang ke hotel bikin apa. Apa kita duduk – duduk saja saling pandang begitu, sebab sama sekali sejak pandemi Covid -19 tidak ada tamu, ” papar Tjandra seraya menyampaikan telah dirinya sampaikan kepada semua karyawan yang dirumahkan, bila kunjungan tamu sekitar 50 persen saja, mereka tetap akan kami panggil kembali bekerja.

Namun kondisi masih begini, kita mau bikin bagaimana lagi. Dan kalau ada jalan keluar terbaik tentu kami akan pekerjakan karyawan yang dirumahkan kembali, tapi kondisinya sama sekali tidak ada jalan keluar. “Kalau kondisi masih begini sampai bulan Desember, mungkin bisa saja hotel terpaksa kami tutup,” kata Tjandra mengakhiri wawancara. [EYE-SF]

Please follow and like us:
Like
Like Love Haha Wow Sad Angry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *