95 Tahun Injili Ditanah Malamoi, Masyarakat Moi Harus Bersatu

Perayaan HUT pekabaran Injili di tanah Malamoi yang ke 95 Tahun, Jumat (27-10/2022) yang berlangsung di lapangan Klasaman KM 12 Kota Sorong. Penuh hikmah dan suka cita. Dengan tema, Kasih Kristus mengerahkan suku besar Moi untuk mewujudkan perdamaian dan pemulihan menuju malamoi 1 Abab.
Ribuan jemaat Gereja Kristen Injili (GKI) Klasis Sorong, Kalasis Raja Ampat Tengah dan Klasis Malamoi. Acara di tandai dengan pelapasan burung merpati dan launching buku sejarah pekabaran injil dan pendidikan di tanah moi jilid 1 yang di tulis Marthen P.G.Mili dan Okto M.Osok dan Penyalaan api obor HUT Pekabaran Injil masuk di tanah Malamoi.
PJ Bupati Sorong, Yan Piet Moso,S.Sos.,MM dalam sambutannya mengatakan, Memberikan terimakasih kepada suku Sanger Talau yang telah datang membawa peradaban di tanah Moi. Membawa berita Injil dan guru bagi masyarakat papua. “Orang Moi harus bersatu selama lamanya,” ujar Pj Bupati.
Pada kesempatan tersebut Pj berharap, agar perayaan HUT GKI Malamoi Tahun 2023 diselenggarakan di Kabupaten Sorong. Kegiatan agama merupakan kegiatan prioritas yg harus mendapat dukungan penuh. “ selaku Pj Bupati, kami Pemerintah Kabupaten Sorong sangat mendukung kegiatan keagamaan,” tegas Pj.
Sementara itu, Karel Gifelem sesepuh orang Moi dalam sambutannya mengatakan, orang Moi harus bersyukur dengan anugrah yang telah di berikan Tuhan.
“Orang bicara apa tentang suku Moi tapi Tuhan telah menpatkan suku Moi sebagai suku yang baik,” ungkapnya.
Iya menjelaskan, masyarakat harus mengerti memaknai dari Injil dan membuktikan berkembangan injil di tanah Malamoi. Injil datang bukan untuk satu gereja. Oleh karena itu, kebersamaan dengan gereja lain dapat di jalin dengan baik dan di pelihara.
“Tugu-tugu beradaban Injil yang ada di Kampung-kampung harus di perbaiki sebagai salah satu langkah dalam melestarikan sejarah, budaya dan dapat terjaga dengan baik,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, Perayaan HUT Pekabaran Injil di tanah moi membuka pola pikir orang moi untuk lebih baik. “Orang moi harus bekerja sama, bersatu dan bergandengan tangan membangun tanah Moi,” pinta Karel Gifelem.
Pada kesempatan itu juga Karel mengajak seluruh masyarakat Moi, agar jangan tingal diam, harus bangkit mempersiapkan diri menghadapi perkembangan jaman. Kabupaten Sorong, Kota Sorong dan dan Raja Ampat dapat bersatu untuk malamoi demi masa depan.
“ Jagan banyak bicara harus bekerja, menata diri,jangan membuat kelompok sendiri-sendiri. Potensi orang Moi ada tidak perlu di ragukan, tergantung kemauan dan kebersamaan,” ujarnya.
Manoi adalah sebuah tempat pertemuan peradaban barat (Eropa) dengan peradaban asli tanah Moi, dimana peradaban dimaksud adalah yang dibawa oleh para guru penginjil yang didalamnya ada pendidikan unsur modern yang diperkenalkan sekaligus pendidikan Agama Kristen, walaupun jauh sebelumnya Agama Muslim sudah ada ditanah Moi dibawah pengaruh Kesultanan Tidore dengan luas kekuasaan hingga ketanah Moi.
Kemudian tokoh-tokoh masyarakat yang berdomisili di daerah pulau Dom seperti Warwei, Warpandu, Masamber dan juga para tokoh pemuda dari Maluku, sebelumnya Silas mengkisahkan bahwa sebelum Injil masuk ditanah Moi, NNGPM (Kolonial Belanda) juga sudah masuk dan aktivitas pemerintahan Kolonial Belanda diwilayah Dom juga sudah berjalan, mereka melihat bahwa dengan masuknya perusahaan NNGPM ditanah Moi terjadi perubahan dalam berbagai aspek, dimana orang Moi pada waktu itu mayoritas belum mengenal pendidikan.
Sementara dari semua tokoh-tokoh termasuk marga Malibela yang ditugaskan oleh Kesultanan untuk mengurusi orang-orang Moi yang ada dibeberapa kampung, Manoi dalam hal ini sebagai kampung induk dari beberapa kampung yang ada seperti kampung Osok dan kampung-kampung lainnya, dengan kehidupan masyarakat yang masih terikat dengan kehidupan alam lalu mereka meminta guru Injil untuk memajukan daerah ini.
Kemudian mereka bekerjama dengan semua tokoh-tokoh yang ada tersebut untuk memajukan daerah Manoi meskipun dengan keberadaan agama yang berbeda akan tetapi mereka tidak mempersoalkan hal tersebut, pada dasarnya mereka berpikir bagaimana supaya daerah Manoi ini khususnya orang-orang Moi agar bisa maju, sementara pada masa itu pendidikan dimonopoli oleh Zending yang berkedudukan di Manokwari, akhirnya mereka pun menyurat atau berkomunikasi kepada pihak Zending dan akhirnya pihak Zending mengirim utusan Wagunung guru Injil dari daerah Sulawesi Utara (Sanger), setibanya wagunung di Dom pagi harinya tepat pada tanggal 27 Oktober 1927 dengan menaiki perahu dayung diantar ke Manoi kampung asli orang Moi, kemudian disana dilakukan proses penerimaan Wagunung dengan cara adat Moi.
Saat ini di Manoi telah berdiri sebuah Tugu peradaban Malamoi atau yang biasa dikenal dengan nama Tugu masuknya Injil ditanah Moi, Tugu tersebut baru dibangun kurang lebih 4 tahun lalu atas kesadaran dari beberapa tokoh intelektual Moi yang merasa bahwa ditempat ini perlu dibangun sebuah tugu peradaban, dimana orang Moi sudah menerima pendidikan dan sekaligus menerima Agama Kristen.
Mulai masuknya agama mengajarkan tentang hukum kasih dan bagimana menerima saudara-saudara dari luar dengan jumlah yang besar di tanah Moi. [MPS]