Sekecil apapun surat atau pendapat yang disampaikan oleh Anggota DPRD haruslah dihargai, karena ada didalamnya yang merupakan pimpinan Partai Politik
Sorong, PbP – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat, Abner R. Jitmau menanggapi penyampaian Lambert Jitmau selaku walikota Sorong. Sekaligus menanggapi penyampaian Auguste Sagrim mewakili Pimpinan DPRD Kota Sorong terkait polemik usulan nama pejabat Walikota Sorong dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sorong.
Abner Jitmau tegaskan penyampaian yang disampaikan oleh Lambert Jitmau selaku walikota Sorong soal lembaga dewan tidak mengenal partai politik melainkan fraksi, adalah pernyataan tidak didasarkan pada aturan perundang-undangan yang berlaku, karena tidak pernah membaca Undang-Undang, kemudian yang disampaikan pun tanpa mendengar telaan dari bagian Hukum Setda Kota Sorong.
Surat dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dengan nomor 131.92/3901/SJ yang perihalnya untuk permintaan pengusulan nama Calon Pejabat Walikota Sorong tanggal 8 Juli 2022 ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Sorong. Disitu berarti ada lembaga.
“Ketua DPRD itu, berarti di dalamnya ada Anggota. Makanya ada strukturnya, Ketua, dan Wakil – Wakil ketua, serta Anggota,” Abner Jitmau menuturkan di salah satu hotel di Kota Sorong, Jumat (22/7/2022) pukul 20.00 wit
Jadi begitu surat itu masuk, ketua harus terima surat itu, lalu Sekwan agendakan baru disampaikan kepada Ketua DPRD untuk mengundang kepada seluruh Anggota Dewan. Di DPRD ada beberapa macam rapat-rapat. Ada rapat pleno, paripurna, ada rapat paripurna istimewa. Di dewan itu ada banyak mekanisme rapat. “Persoalan surat Mendagri ini, merupakan surat masuk dan keluar publik. Surat ini bukan surat di dalam internal dewan,” kata Abner Jitmau.
Abner Jitmau tegaskan, fraksi yang ada di dalam lembaga Dewan adalah petugas partai politik. Kata tersebut ditegaskan Abner sebanyak tiga kali untuk memberikan penekanan. “ Jadi fraksi adalah perpanjangan tangan partai politik. Fraksi wajib ikut keputusan Partai Politik,” ucap Abner.
Fraksi tidak punya kekuatan di dalam lembaga DPRD. Pengambilan keputusan apapun harus ada persetujuan Partai Politik. Itu diatur dalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 2008 yang telah dirubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai politik.
Berbicara soal mekanisme dewan, Abner sampaikan surat itu, harus disampaikan kepada pimpinan. Lalu Ketua DPRD menyurat untuk mengundang kepada seluruh Anggota DPRD melalui Sekwan untuk datang rapat. Masing-masing itu harus sepakat, baru disampaikan oleh fraksi.
Fraksi inipun, tambah Abner, sebelum menyampaikan pendapat harus meminta petunjuk kepada Partai Politik. Karena Parpol punya kewenangan penuh, Parpol punya anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Semua diatur disitu lengkap dengan undang-undang.
Ditegaskannya, Gusti Sagrim yang bicara mewakili pimpinan Dewan pun tidak paham aturan. “Saya sudah menjadi Anggota Dewan hampir 20 tahun. Saya belajar konstitusi. Contoh kalau kau mengusulkan dari fraksi di dalam DPRD, lalu Partai Politik tidak setuju, bagaimana? Kau adalah petugas partai. Partai politik suruh menyampaikan, maka kau harus baca di dalam. Itu tugas,” papar Abner Jitmau sembari menegaskan bahwa dirinya sudah 4 periode sebagai Anggota Dewan, dua tahun di DPRD Kota Sorong, dan dua Tahun Di DPR Provinsi Papua Barat.
“Saya sudah belajar barang ini, apalagi saya sedang mempersiapkan desertasi untuk meraih gelar Doktor Ilmu Politik. Saya sekolah S3 Ilmu Politik, judul desertasinya, Peranan DPRD dalam penentuan kebijakan pembangunan di Provinsi Papua Barat”.
Sekecil apapun surat atau pendapat yang disampaikan oleh Anggota DPRD haruslah dihargai, karena ada didalamnya yang merupakan pimpinan Partai Politik. “Saya pernah menjabat sebagai wakil ketua DPRD. Surat yang masuk harus disampaikan kepada semua Anggota. Setelah itu anggota Dewan meminta persetujan kepada Partai Politik, baru mengusulkan nama,” tutur Abner Jitmau menjelaskan alur dalam kelembangaan kedewanan.
Bila dibilang itu rapat dengar pendapat, lalu Abner dengan nada tanya mengatakan, sedangkan pada rapat tersebut fraksi diminta mengajukan nama, berati itu rapat pleno. Karena masing – masing anggota DPRD dipersilahkan membaca usulan di dalam rapat. “Kemudian tiga pimpinan lengkap hadir. Yang memimpin adalah saudari Elisabeth Nauw sebagai wakil ketua II dan dia yang menerima surat – surat yang dibacakan oleh Partai Politik yang dimasukkan oleh Anggota DPRD. Jadi rapat itu bukan rapat biasa tetapi rapat pleno pimpinan lengkap dengan anggota,” kata Abner Jitmau menerangkan.
Jadi kalau nama yang sudah diusulkan disitu, lanjut dia, lalu namanya terbanyak, maka seharusnya pimpinan Dewan menghitung perangkingan siapa yang rangking 1, rangking 2 dan rangking 3. Setelah itu pimpinan harus menyurat kepada yang bersangkutan untuk masukkan berkas dan biodata didalam. “Setelah itu baru dibaca kembali di dalam ruang rapat untuk didengar oleh semua Anggota DPRD kemudian dilakukan penandatangan berita acara,” papar Abner Jitmau merincikan.
Surat dari Mendagri itu, meminta agar usulan nama pejabat walikota diusulkan melalui Ketua DPRD. Maka ketua DPRD yang harus tanda tangan surat balasan buat Kemendagri, tanpa harus wakil ketua ikut tanda tangan. “Karena didalam surat tersebut ada ditulis diusulkan melalui ketua DPRD. Cukup ketua saja tanda tangan. Baca surat itu baik-baik baru mengerti baik,” kata Abner Jitmau.
Nama yang diusulkan sebagai Pejabat Walikota Sorong oleh partai politik baru bersifat aspirasi yang disampaikan melalui dari DPRD Kota Sorong. Sekali lagi saya tegaskan bahwa partai politik punya kewenangan penuh untuk mengintervensi Anggota Dewan maupun Fraksi yang ada di dalam lembaga DPRD.
“Statemen Gusti Sagrim yang memberikan komentar mewakili pimpinan tersebut, secara tidak langsung telah menyinggung ketua DPC Partai NasDem,” kata Abner Jitmau. Saudara Gusti Sagrim bergabung dengan Fraksi Golkar, karena DPC Partai NasDem yang tanda tangan surat untuk bergabung bersama partai Golkar dan partai Perindo dalam satu fraksi.
Persoalan usul pejabat walikota Sorong , Abner Jitmau luruskan merupakan aspirasi yang disampaikan oleh Anggota Dewan yang merupakan petugas partai politik sekaligus mewakili rakyat yang memilihnya (konstituen). “Ini baru aspirasi dari DPRD Kota Sorong,” Abner menuturkan.
Dewan Adat pun bisa usulkan nama pejabat Walikota kepada Mendagri. Majelis Rakyat Papua (MRP) pun sedang menyiapkan nama – nama yang akan diusulkan menjadi penjabat Walikota kepada Mendagri. Dari lembaga resmi apa saja bisa mengusulkan nama. Setelah itu, nanti semua akan digodok di Dirjen Otonomi daerah Kemendagri.
Sebelum menutup komentarnya, Abner Jitmau sampaikan Anggota Dewan baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi ,dan pusat, kemudian bupati, wali kota ,dan gubernur yang terpilih melalui Pemilihan Umum, Pemilhan Kepala daerah yang diusung oleh partai politik adalah petugas Partai.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Surat permintaan usulan pejabat Walikota Sorong dikirim oleh Kemendagri ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Sorong bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). “Surat ditujukan kepada Ketua DPRD. Bukan surat ditujukan kepada DPRD. Konotasinya berbeda itu. Berarti keputusannya ada di ketua dan wakil – wakil ketua. Saran dan masukan dari Anggota boleh, bukan diparipurnakan,” kata Lambert Jitmau menjelaskan.
Lambert Jitmau menyampaikan lembaga DPRD tidak mengenal partai politik. Di lembaga Dewan yang dikenal hanyalah fraksi. “Lembaga yang terhormat ini yang dikenal hanyalah fraksi. Fraksi murni ada tiga, yaitu Fraksi Golkar, PDI Perjuangan, Demokrat. Kemudian fraksi gabungan ada dua. Jadinya di Dewan hanya ada 5 fraksi,” ucap Lambert Jitmau menegaskan sembari menekankan kepada seluruh rekan-rekan wartawan yang meliput keterangan pers,”tulis bagus”.
Sementara pada pemberitaan sebelumnta, Pimpinan DPRD Kota Sorong melalui Auguste CR. Sagrim , Kamis (21/7/2022) semalam di Kantor DPRD Kota Sorong. Pria yang akrab disapa Gusti Sagrim menegaskan Surat Mendagri tertanggal 8 Juli 2022 masuk disaat DPRD sedang dalam tahapan sidang pembahasan terkait APBD. “Surat itu ditujukan kepada Pimpinan DPRD Kota Sorong,” kata Gusti Sagrim.
Dalam surat tersebut, bila dipahami secara baik, bukan ditujukan buat partai politik, tetapi pimpinan DPRD secara kelembangaan. Disitu tidak diatur, bahwa surat dari Mendagri perihal permintaan usulan calon Pejabat Walikota Sorong harus dibahas sesuai mekanisme Dewan.
Atas dasar tersebut, lanjut Sagrim, Pimpinan DPRD bisa bisa mengunakan beberapa opsi kewenangan yang telah diberikan berdasarkan Tata Tertib DPRD Kota Sorong. Dimana pimpinan DPRD Kota Sorong bisa berinsiatif langsung menjawab sendiri surat tersebut, atau memilih mendengarkan dulu masukkan dari Anggota Dewan kemudian baru memutuskan untuk menjawab surat tersebut. [EYE-SF]