Ada Insentif bagi Wajib Pajak Terdampak Covid-19
Sorong, PbP – Mencermati dampak Pandemi Covid-19 yang telah membuat sektor ekonomi menjadi lumpuh. Kemudian beban operasional usaha menjadi lebih tinggi ketimbang pemasukan yang diperoleh. Bahkan ada usaha yang penghasilannya menjadi nihil. Untuk bisa sedikit menekan biaya operasional pengusaha berharap ada keringanan ,salah satunya pada sisi pajak.
Terkait itu, Kepala KPP Pratama Sorong, Panca Wicaksana menguraikan secara detail mulai dari dasar hukum hingga adanya kebijakan sampai dengan siapa saja yang bisa mendapatkan kebijakan tersebut melalui pesan whatsaap kepada Papua barat Pos, Senin (27/4).
Pertama, dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 (berlaku mulai 1 Januari 1984) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (berlaku mulai tanggal 25 Maret 2009) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang
Dasar hukum kedua, Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 (berlaku mulai tanggal 01 Januari 1984) sebagaimana telah terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku mulai tanggal 01 Januari 2009) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Berikutnya Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 (berlaku mulai 1 Juli 1984) tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku mulai tanggal 1 April 2010) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 (berlaku mulai tanggal 1 April 2020) tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Untuk jenis – jenis insentif yang diberikan, Panca katakan PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah selama 6 bulan untuk pekerja dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta. Yang kedua, adanya Pembebasan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan. Kemudian yang ketiga, ada pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan dan yang terakhir Restitusi PPN dipercepat selama 6 bulan.
Kemudian, lanjut Panca, dalam PMK 23/PMK.03/2020 pasal 2,3 dan 4 insentif PPh Pasal 21 dipertajam soal kriteria penerima insentif, bentuk pemberian insentif, jangka waktu pemberian insentif dan penyampaian laporan realisasi.
Untuk Kriteria Penerima Insentif, dijelaskan bahwa yang bisa menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang memiliki kode KLU sesuai Lampiran huruf A PMK-23/PMK.03/2020; dan/atau telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.
Selanjutnya, masih dipaparkan oleh Panca, penerima insentif tentu memiliki NPWP; dan pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00.
Untuk bentuk Pemberian Insentif, lanjutnya PPh Pasal 21 ditangggung Pemerintah harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai. Dan yang kedua, PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang diterima pegawai tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Untuk jangka waktu Pemberian Insentif PPh 21 ditanggung Pemerintah sejak Masa Pajak April sampai dengan September 2020. Berikutnya penerima insenti harus menyampaikan laporan Realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah kepada Kepala KPP tempat pemberi kerja terdaftar dan turut melampirkan formulir dan SSP atau cetakan kode billing dan disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli 2020, untuk Masa Pajak April 2020 s.d. Masa Pajak Juni 2020; dan tanggal 20 Oktober, untuk Masa Pajak Juli 2020 s.d. Masa Pajak September 2020.
Lantas bagaimana kriteria penerima insentif PPh Pasal 22 Impor. Untuk jelasnya, kata Panca diatur dalam Pasal 6 PMK-23/PMK.03/2020 bahwa penerima insentif harus memiliki kode KLU sebagaimana Lampiran huruf F PMK-23/PMK.03/2020; dan/atau telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.
Kemudian sipenerima insentif perlu mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) kepada Kepala KPP tempat WP Pusar terdaftar. Lalu untuk jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020. Berikutnya WP yang telah mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor harus menyampaikan laporan realisasi setiap 3 bulan kepada Kepala KPP paling lambat, 20 Juli 2020, untuk Masa Pajak April 2020 s.d. Masa Pajak Juni 2020 dan 20 Oktober, untuk Masa Pajak Juli 2020 s.d. Masa Pajak September 2020.
Perlu pula, Kepala KPP Pratama Sorong katakan disampaikan pula soal insentif angsuran PPh Pasal 25 dalam PMK 23/2020. Dimana telah diatur dalam Pasal 7 sampai 10. Dalam PMK 23/2020 disampaikan Wajib Pajak diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang.
Syaratnya, sambung dia, penerima Insentif memiliki kode KLU sebagaimana Lampiran F PMK-23/PMK.03/2020 dan/atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE dan menyampaikan pemberitahuan pengurangan sebesar 30% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang. Untuk jangka waktu pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berlaku sejak masa pajak pemeritahuan pengurangan sampai dengan Masa Pajak September 2020. Lalu , lanjut Panca, WP yang memanfaatkan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus menyampaikan laporan realisasi pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap 3 bulan. “Paling lambat 20 Juli 2020, untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa Pajak Juni 2020 dan 20 Oktober, untuk masa pajak Juli 2020 sampai masa Pajak September 2020,” tandasnya.
Sementara buat insentif PPN, tambah Panca, dalam PMK 23/2020 dalam Pasal 11 disampaikan penerima Insentif harus memiliki kode KLU sebagaimana Lampiran F PMK-23/PMK.03/2020 atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE. Yang kedua, penerima insentif menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar (LB) restitusi dengan jumlah LB paling banyak 5 Miliar Rupiah.
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria di atas, sambung Panca, diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiki rendah, dengan ketentuan PKP dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah; dan PKP memiliki KLU sebagaimana Lampiran F PMK-23/PMK.03/2020 atau fasilitas KITE yang diberikan kepada PKP masih berlaku pada saat penyampaian SPT LB Restitusi. “Jangka waktu pemberian fasilitas PPN berlaku sejak berlakunya PMK-23/PMK.03/2020 sampai dengan masa pajak September 2020 dan disampaikan paling lama tanggal 31 Oktober 2020,” tutupnya. [CR34-SF]