BPJS Kesehatan dan Kejari Sorong Perpanjang MoU
Sorong, PbP – BPJS Kesehatan telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Kamis (22/4/2021).
Atas adanya MoU tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sorong, Gilang Yoga Wardanu menyampaikan MoU dilakukan untuk memperkuat kerjasama dalam hal Perkara dan Tata Usaha Negara (TUN). “Ini merupakan kerja sama lanjutan atau perpanjangan kerjasama bersama Kejari dalam bidang Perdata dan TUN sudah dari 2014 hingga saat ini,” ujar Gilang Yoga.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa di Kejari Sorong ada Jaksa Pengacara Negara (JPN). Nah, JPN ini berfungsi mewakili lembaga negara dalam hal penyelesaian permasalahan hukum khususnya terkait dengan perdata dan TUN.
JPN nantinya akan membantu BPJS Kesehatan dalam melakukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan tunggakan iuran atau ada permasalahan hukum yang harus diselesaikan.
BPJS kesehatan menggandeng Kejari Sorong yang membawahi 6 kota kabupaten yaitu kabupaten sorong, Sorong selatan, kabupaten Maybrat, kabupaten Tambrauw, dan kabupaten Raja Ampat.
Dikatakannya, sejauh ini permasalahan berat terkait dengan hukum belum ada, tetapi BPJS kesehatan sudah rutin memberikan dan menyerahkan surat kuasa khusus terkait tunggakan badan usaha. Dimana badan usaha tersebut kita keluarkan SK, karena proses di BPJS kesehatan tidak selesai dari situlah BPJS kesehatan meminta pendampingan dari Kejari Sorong melalui surat kuasa khusus.
“Kita berharap, kerjasama yang telah terjalin baik selama ini bisa dilanjutkan dengan lebih naik lagi , sehingga keuangan negara kedepannya tidak menjadi kerugian akibat tunggakan permasalahan hukum yang mengakibatkan iuran yang harus diterima oleh negara dalam hal ini iuran JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) bisa lancar,” ujar Gilang Yoga.
Kepala Seksi Perdata dan TUN Kejaksaan Negeri Sorong, I Putu Gede Dharma Putra mengatakan secara keseluruhan dari kerja sama ini, Kejari Sorong diminta bantuan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan melakukan penagihan kepada pemberi kerja.
Dari data yang ada, jumlah SKK yang diserahkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 26, sedangkan jumlah SKK berjalan dari BPJS Kesehatan sebanyak 16. Itu belum terhitung dengan SKK yang terbaru,” ujarnya usai penandatanganan MoU.
Lebih lanjut Gede mengatakan, dari semua jumlah SKK yang diserahkan, mulai dari toko hingga instansi pemerintah. Bahkan ada SKK yang menunggak hingga 200 juta rupiah, dan yang paling besar adalah 3 miliar Rupiah.
Karenanya, untuk melakukan penagihan kita terlebih dahulu akan melakukan sinkronisasi data. Artinya mana badan usaha yang sudah, masih berjalan dan baru buka.
“Sasaran utama kita adalah badan usaha yang masih berjalan. Intinya, badan usaha tersebut dipanggil lalu kita minta melunasi tunggakan. Kalau tidak datang kita datangi bersama BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” tuturnya.
.
Selain melakukan sinkronisasi data, Kejari juga sedang menyusun sanksi pidana bagi pemberi kerja yang tidak menyelesaikan kewajibannya. Ini merupakan upaya terakhir. Hal tersebut diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 25 Tahun 2011 tentang BPJS.
” Ini UU administrasi tetapi sanksinya pidana. Tak tanggung-tanggung, di dalam Pasal 19 Ayat (1) atau Ayat (2) mengatur tentang ancaman pidana penjara selama 8 tahun, dan dendanya paling banyak 1 miliar rupiah,” tambah Gede.
Gede pun merinci bahwa sanksi pidana yang diatur di dalam Pasal 19 Ayat (1) sangat jelas, bagi badan usaha yang telah memungut iuran tapi tidak dibayarkan maka dikenakan sanksi. Begitu juga pada ayat (2) nya, petugas yang telah menerima iuran, namun tidak memyetorkannya pun ada sanksinya.
Memggelapkan uang perusahaan dikenakan Pasal 372 dan 374 KUHP. Jika petugas BPJS nya yang menyalahgunakan uang setoran dikenakan Pasal Korupsi.
Selain sanksi pidana upaya lain dilakukan, kejaksaan juga diberikan kewenangan untuk melakukan pembubaran bagi badan usaha yang sama sekali menunggak iuran BPJS. [EKA-SF]