Sorong, PbP – Dalam beberapa waktu terakhir kasus dugaan korupsi Pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan Barang Cetakan pada Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong tahun 2017 mencuat ke publik. Sejak mulai dari penyelidikan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong hingga dinaikkan menjadi penyidikan pihak terkait dari Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong diam membisu.
Setiap kali wartawan ingin mengkonfirmasi, jawaban yang diberikan sangat hemat kata. Misalnya nanti dulu, belum mau berkomentar dan tanya penyidik. Padahal media sangat ingin mendapatkan penjelasan dari Pemkot terkait persoalan tersebut dari dua sisi.
Setelah makin gencarnya pemberitaan ditambah lagi respon demo berjilid-jilid yang dilakukan, barulah mulai pihak terkait di Pemkot angkat bicara.
Kepala Inspektorat Kota Sorong, Abdul Rahim Oeli, SE pun akhirnya angkat bicara untuk memberikan klarifikasi terkait kasus tersebut, Rabu (17/3) pukul 22.00 wit di Kantor Walikota Sorong.
Dalam keterangan persnya, Abdul Rahim mengatakan dana Rp8 miliar lebih yang tengah mencuat merupakan pagu dana. Dimana pada 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menjadi temuan.
“Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan Pemerintah Kota Sorong tahun 2017, ada temuan dua miliar lebih sehingga BPK RI melayangkan dua rekomendasi yang ditujukan kepada Walikota Sorong yakni pertama, memberikan sanksi sesuai undang-undang kepegawaian kepada Kepala BPKAD Kota Sorong yang melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa tidak sesuai dengan ketentuan,” ungkap Abdul Rahim.
Rekomendasi kedua, kata dia, BPK memerintahkan kepada Kepala BPKAD agar menyetorkan kembali ke khas daerah atas selisih antara BAST dengan nilai barang yang sebenarnya sebesar dua miliar lebih.
“Dua miliar lebih ini merupakan temuan BPK RI, setelah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota Sorong. Kemudian BPK RI merekomendasikan untuk disetor kembali ke khas daerah dan memberi rekomendasi. Rekomendais ini sudah kita jalankan dan sudah disetor semuanya ke khas daerah, sehingga kerugian negara nihil,” jelasnya.
Dia kembali menegaskan, 8 miliar lebih merupakan pagu dana atas belanja ATK dan barang cetakan.
Lebih lanjut disebutkan, penyetoran itu dilakuan secara bertahap. Tanggal 13 Juli 2018 adalah penyetoran yang pertama kali dilakukan. Jadi penyetoran pengembalian dua miliar ke khas daerah dilakukan dalam 11 tahap dan penyetoran terkahir terjadi pada tanggal 6 Januari tahun 2021.
” LHP BPK RI begitu diterima kita langsung tindak lanjuti dalam hitungan minggu itu juga dan penyetoran pertama kali terjadi pada tanggal 13 Juli tahun 2018,” sebutnya.
Dia mengaku, data-data terkait kasus ini pun sudah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Sorong termasuk data bukti setoran pengembalian dana 2 miliar lebih.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Sorong pada tahap penyidikan telah memeriksa sebanyak 17 saksi. Bahkan penyidik Kejaksaan telah menjadwalkan pemeriksaan kepada Wali Kota dan Ketua DPRD Kota Sorong.
Namun didorong oleh kesibukan, sehingga wali kota dan ketua DPRD Kota Sorong tidak bisa menghadiri panggilan penyidik kejaksaan pada tanggal 17 Maret 2021.
Wali Kota melalui kuasa hukum, Haris Nurlette menyampaikan agar pihak kejaksaan menjadwalkan ulang rencana pemeriksaan. “Pak Wali Kota tadi menelepon dan memberitahukan saya bawa beliau ada berangkat ke Jakarta setelah kembali dari Kabupaten Maybrat, ” ucap Haris Nurlette di lingkungan Kantor PN Sorong, Rabu (17/3/2021) siang.
Sementara Ketua DPRD melalui surat dari Sekretaris Dewan (Sekwan) telah menyampaikan alasan ketidakhadiran, karena sedang mengikuti Rapat Kerja IV Sinode GKI di Tanah Papua di Kabupaten Maybrat. Untuk itu, Ketua DPRD minta dijadwalkan ulang. [JVN-SF]