Isu Papua Merdeka, Lahan Trans Dijual Murah
Praktek jual beli lahan transmigrasi di Kabupaten Sorong, menjadi perbincangan hangat di kalangan elit hingga masyarakat akar rumput saat ini. Ada sebagian yang memaklumi, namun ada juga yang gencar menolak
Isu Papua merdeka yang merebak beberapa tahun lalu, ternyata menjadi salah satu penyebab banyaknya masyarakat transmigrasi ketakutan. Alhasil, mereka terpaksa harus menjual tanah yang diberikan pemerintah agar bisa pulang ke daerah asal.
Tak peduli aturan atau larangan, mereka menjual lahan-lahan yang sebelumnya diserahkan pemerintah kepada mereka untuk dikelolah sebagai lahan transmigrasi.
“Kenapa banyak masyarakat transmigrasi yang menjual lahan tanah yang diberikan pemerintah, dulu ada isu Papua merdeka, karena ketakutan banyak masyarakat transmigrasi menjual tanah dengan harga yang cukup murah,” kata Paijan warga transmigrasi Kabupaten Sorong yang berdomisili di Unit I Aimas kepada media ini, Selasa (19/1).
Bapak dua anak itu menceritakan, paling tinggi harga tanah dua hektar hanya dijual seharga Rp. 5 juta saat isu tersebut muncul. Yang penting, kata dia, masyarakat transmigrasi bisa pulang ke kampung halaman. Banyak masyarakat transmigrasi saat ini memiliki tanah sampai 5 hektar, karena membeli lahan dari masyarakat transmigrasi yang memilih pulang.
“Saat itu, lahan dijual murah mungkin karena seripikat belum ada,” ungkapnya.
Sulitnya mendapatkan penghasilan di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, juga menjadi salah satu faktor masyarakat transmigrasi menjual tanah. Dimana kebutuhan meningkat sementara penghasilan tidak ada, sehingga apa yang ada dijual demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Disisi lain lanjut Paijan, masyarakat transmigrasi yang menjual tanah akibat isu yang terjadi beberapa tahun silam dan kembali pulang ke kampung. Belakangan ini banyak juga dari mereka yang kembali ke Sorong, namun tidak memiliki lahan lagi.
Kebanyakan mereka mengeluti usaha lain, seperti berdagang pakaian dan berbagai usaha lainnya, bahkan ada juga yang kembali bertani dengan menyewa lahan.
“Banyak dari mereka yang saat ini sudah sukses,” ujarnya.
Sementara itu ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Sorong Korneles Usili menyatakan, pihaknya sangat menyangkan penjualan tanah yang dilakukan masyarakat transmigrasi. Menurutnya, perlu pemerintah harus membuat aturan baru, agar jangan sampai terjadi penjualan tanah transmigrasi sehingga lahan yang ada dapat dipertahankan.
Korneles sangat menyangkan, karena dalam penerbitan seripikat tanah, LMA tidak dilibatkan maupun dalam menjual tanah. Karena sesuai dengan aturan adat, seharusya dalam penjualan tanah harus memiliki pelepasan adat.
“Kerjasama antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan LMA Kabupaten Sorong hingga saat ini belum ada. Masih banyak masyarakat transmigrasi yang menjual lahan tanpa pemberitahuan kepada LMA. Hinga saat ini, kami baru mengeluarkan pelepasan adat lahan transmigrasi kurang lebih 200,” kata Korneles.
Pandangan berbeda justru datang dari Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sorong, Suwarji yang menilai masyarakat transmigrasi punyak hak untuk menjual lahan yang diberikan. Namun, ia berharap agar lahan tersebut jangan dijual sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan pertanian. Menyangkut lahan transmigrasi yang saat ini sudah mulai marak dialihfungsikan menjadi lahan pemukiman, ia berharap pemerintah harus mengambil kebijakan, demi menjaga lahan pertanian tetap ada.
“Terkait dengan alih fungsi lahan, kedepan kami akan memangil pihak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis, dengan perijinan dan lain sebagainya, namun menyangkut lahan transmigrasi boleh saja di jual, namun harus sesuai aturan yang berlaku agar jangan sampai menimbulkan masalah,” ujar Suwarji.
Transmigrasi memiliki tujuan, untuk menyeimbangkan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, mempercepat lajunya pembangunan daerah, pemerataan sumber daya alam dan sumber daya manusia serta meningkatkan taraf hidup para transmigrasi dan memperkuat ketahanan nasional.
“Saat ini banyak lahan yang diperjual belikan oleh masyarakat transmigrasi. Tanah yang diberikan kepada transmigran tidak dapat dipindahtangankan, artinya tidak dapatdijual, kecuali telah dimiliki selama 15 tahun sejak penempatan. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka hak milik atas tanah akan menjadi terhapus,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sorong, Eliaser Kalami, S.Sos., MPA kepada media ini diruang kerjanya.
Ia menjelaskan, lahan transmigrasi di Kabupaten Sorong tersebar di Distrik Aimas, Mariat, Salawati, Klamono dan Saigun. Transmigrasi masuk di Kabupaten Sorong Tahun 1979.
Terkait dengan praktek jual beli tanah transmigrasi yang terjadi saat ini menimbulkan banyak kecemburuan dari masyarakat lokal. Karena tanah yang diberikan masyarakat lokal kepada masyarakat transmigrasi diberikan secara cuma-cuma, namun seiring berjalanya waktu lahan yang diberikan malah dijual.
“Hal ini menjadi konflik antara masyarakat adat dengan masyarakat transmigrasi. Perlu ada peraturan daerah yang mengatur tentang penjualan lahan transmigrasi, untuk menghindari praktek jual beli tanah lahan transmigrasi dan agar tidak merugikan daerah,” ujarnya.
Sementara, Wakil Bupati Kabupaten Sorong, Suka Harjono mengatakan, menyangkut dengan tanah transmigrasi sudah ada sertifikat dimana dalam penerbitan dilakukan berdasarkan undang-undang. Sesuai program nasional lahan transmigrasi dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, untuk kepentingan kesejahteraan warga. Akan tetapi pemerintah tidak memperolehkan penjualan tanah transmigrasi.
“Andai kata pemikik lahan transmigrasi melakukan penjualan tanah transmigrasi, pemerintah tidak memperkenankan hal seperti itu, karena dengan harapan dapat meningkatkan kesejahtraan warga transmigrasi. Jika terjadi praktek penjualan, maka hal itu diluar dari kemampuan pemerintah untuk menekan. Perlu ada regulasi yang dibahas dalam jual beli yang ada,” tegas Suka Harjono.
Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Sorong, Subur mengatakan, tanah transmigrasi yang telah telah terbit sertipikat kurang lebih 15 ribu bidang tanah yang tersebar di 17 kelurahan pada 7 distrik.
“Perkiraan bidang tanah transmigrasi yang telah terbit sertipikat kurang lebih 15 ribu bidang tanah, terdapat di 17 desa atau kelurahan pada 7 distrik,” kata Subur kepada media ini. [MPS-MJ]