Jelang Akhir Masa Jabatan, Kinerja DPR-PB Disorot
Manokwari, PbP – Menjelang akhir masa jabatan, kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR-PB) periode 2014-2019 disorot. Pasalnya, para legislator Papua Barat lebih banyak di luar daerah ketimbang di kantor mereka di Manokwari.
DIrektur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH menilai, wakil rakyat di lembaga legislatif Papua Barat masih sangat dibutuhkan peran dan tanggung jawabnya.
Namun menurut dia, tiga bulan jelang berakhir masa jabatan mereka, terlihat gedung rakyat Papua Barat di Jl. Siliwangi, Manokwari sepi dan hanya ada staf sekertariat yang beraktivitas.
“Semua yang sudah menjadi rahasia umum, bahwa pasca pemilu 17 April 2019 lalu, para caleg termasuk anggota DPR Papua Barat urus sengketa ke MK. Tapi sebenarnya harus ingat bahwa tugas utama anggota dewan itu mengurus kepentingan rakyat melalui anggaran, legislasi dan pengawasan,”ujar Warinussy kepada wartawan, di Manokwari, Selasa (18/6).
Oleh karena itu, Warinussy menyarankan kepada para wakil rakyat untuk menyadari bahwa ketika mereka dipilih, dilantik dan disumpah, maka sudah berjanji, jangan sampai mendekati pemilu setiap caleg mendatangi pemilih dan setelah pesta demokrasi selesai, mereka tak kunjung lagi.
“Ironisnya, waktu pemilu para politisi termasuk anggota DPR Papua Barat datang ke masyarakat dan meminta dukungan, tawarkan program hingga berikan uang. Banyak janji politik, namun setelah itu hilang. Seharusnya jangan malas-malas, karena dewan sudah berjanji melaksanakan tugas selama 5 tahun,”tuturtnya.
Warinussy juga menyindir, DPR Papua Barat kepemimpinan Pieters Kondjol, SE, MA yang harus menyelesaiakan tugas pokok mereka, yaitu 7 Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) yang sudah ditetapkan, namun masih menunggu penomoran dari Kemendagri.
“7 Perdasus itu harus diselesaikan mereka, jangan sampai perdasus itu jadi beban bagi DPR Papua Barat periode 2019-2024, karena 7 perdasus dapat diselesaikan dalam jangka waktu 5 tahun. Apalagi produk hukum khusus itu terkait dengan pemberdayaan, penguatan dan perlindungan terhadap hak politik orang asli papua (OAP),”pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Provinsi Papua Barat, Gandi Sirajudin, S.T, yang menurutnya pada masa akhir jabatan, anggota dewan secara global sudah lupa tugas mereka sebagai wakil rakyat.
“Bagaimana memperjuangan aspirasi rakyat yang mewakilkan mereka di lembaga parlamen, jika pelan-pelan menghilang,”singkatnya menyindir. [ARS-HM]