Sorong, PbP – Kejaksaan Negeri Sorong telah melayangkan surat panggilan kepada Wali kota Sorong, Lambert Jitmau dan Ketua DPRD Kota Sorong, Petronela Kambuaya.
Panggilan dilayangkan terkait keterangan dua orang saksi dalam dugaan korupsi Pengadaan ATK di Kantor BPKAD Kota Sorong tahun 2017.
Dimana ada surat yang dibuat dan ditandatangani oleh wali kota sorong tentang persetujuan pencairan dana sebelum penetapan APBD tahun 2017.
Kedua saksi tersebut pertama, Mantan Sekda Kota Sorong dan Kepala BPKAD Kota Sorong. Dalam keterangan, Mantan Sekda mengakui tidak tahu soal surat tersebut, sebab tidak dilibatkan. Yang lebih tahu tentu saja wali kota dan kepala BPKAD.
Sementara kepala BPKAD mengakui surat itu dibuat atas inisiatif dirinya sendiri atas perintah wali kota. Dimana kepala BPKAD mengakui telah melakukan paraf sebelum ditandatangani oleh wali kota Sorong.
Atas keterangan tersebut pihak Kejari Sorong merasa perlu untuk memanggil Wali Kota dan Ketua DPRD Kota Sorong untuk dikonfirmasi terkait surat tersebut. Tujuan Kejaksaan tentu saja untuk makin membuat terang perbuatan pidana dalam kasus dugaan korupsi pengadaan ATK pada Kantor BPKAD Kota Sorong tahun 2017 yang sudah menjadi sorotan publik dalam sebulan terakhir.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sorong, Erwin Saragih melalui Kasi Pidsus ,Khusnul Fuad didampingi Kasubsi Penyidikan ,Stevy Ayorbaba menyampaikan pemanggilan yang dilakukan terhadap wali kota dan ketua DPRD bukan karena desakan dari siapa pun. Pemanggilan dilakukan untuk membuat terang dan benderangnya perkara yang pihaknya tangani.
“Pemanggilan yang dilakukan ini berkaitan dengan keterangan yang didapat dari saksi-saksi maupun alat bukti yang ada,” ucap Khusnul Fuad.
Pemanggilan Wali Kota Sorong dan Ketua DPRD Kota Sorong dalam kapasitasnya sebagai saksi, bukan sebagai tersangka. “Ini statusnya hanya sebagai saksi,” kata Khusnul Fuad.
Kemudian dalam melakukan pemanggilan pihaknya tetap memperhatikan aturan dan ketentuan yang berlaku mengingat wali kota dan ketua DPRD merupakan pejabat negara.
“Kami mengapresiasi terhadap respon yang telah diberikan oleh pihak DPRD atas pemanggilan yang pihaknya lakukan. Dimana ada faktor keadaan dan waktu yang telah kita terima berdasarkan pemberitahuan yang diberikan melalui surat yang pihak kejaksaan terima dari Sekwan DPRD Kota Sorong,” tuturnya.
Sementara itu, Stevy Ayorbaba menerangkan secara etika administrasi, pihak Kejari Sorong sudah layangkan surat panggilan kepada wali kota Sorong melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Sorong tanggal 15 Maret 2017.
“Kami sudah layangkan Surat panggilan dengan nomor B709/R.2.11/FD.1/03/2021 ini nomor surat panggilan untuk Walikota tertanggal 15 Maret 2021. Dan secara etika pula, kami sudah layangkan surat pemberitahuan kepada Gubernur Papua Barat dengan nomor B707/R.2.11/FD.1/03/2021. Surat ini sudah langsung diterima oleh Gubernur Papua Barat, “ungkap Stevy Ayorbaba di Ruangan Kasi Pidsus.
Mekanisme pemanggilan ini, disampaikan Stevy, sebagai rujukan dalam melakukan panggilan terhadap kepala daerah dan ketua DPRD.
“Kami juga sudah layangkan surat panggilan kepada ketua DPRD dengan nomor 708/R.2.11/FD..1/03/2021 tertanggal 15 Maret 2021 ditujukan kepada Sekretaris Dewan Kota Sorong.
“Tembusan surat juga sudah kita layangkan kepada Pimpinan DPR Provinsi Papua Barat dan Gubernur Papua Barat,” ucap Stevy.
Dimana dari sisi aturan koresponden memanggil seseorang yang statusnya sebagai pejabat negara entah kepala daerah atau ketua DPRD sudah sangat jelas. Cukup korespondennya melalui pemberitahuan kepada gubernur papua barat dalam hal ini selaku perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Beda hal bila akan dilakukan penahanan terhadap kepala daerah atau ketua DPRD. Kalau demikian tentu harus ada ijin dari Presiden.
Proses pemanggilan ini, kata Stevy, harus dihargai sebagai warga negara yang baik sesuai UUD 1945 yang menyebutkan Indonesia adalah negara hukum bukan kekuasaan, sehingga asas Equality Before the Law menjadi ruang ,sehingga tidak ada lagi diskriminasi.
Baik pejabat maupun masyarakat semua sama dimata hukum. Sehingga bagi kami rujukan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 76/PUU-XII/2017 dan Putusan MK nomor 73/PUU-IX/2011 inilah yang menjadi dasar bagi kami dalam melajukan penyelidikan dan penyidikan terhadap siapa pun dia, entah wali kota maupun ketua DPRD.
Stevy tegaskan ini murni tindakan hukum tidak ada kepentingan-kepentingan lain, sehingga publik bisa mengetahui penanganan perkara yang telah kejaksaan negeri sorong lakukan dengan kostruktif dan transparan.
Penjadwalan untuk proses pemeriksaan yang kejaksaan berikan adalah tanggal 17 Maret 2021 untuk Wali Kota dan Ketua DPRD Kota Sorong.
Khusus untuk ketua DPRD Kota Sorong, kata Stevy, sudah ada surat balasan atas surat panggilan yang pihak kejaksaan layangkan. Dimana surat balasan yang diberikan oleh Sekwan Kota Sorong tentang penundaan panggilan.
“Dalam surat itu, sekwan menyampaikan ketua DPRD lagi mengikuti Rapat Kerja IV BP PAM GKI Sinode Tanah Papua di Kabupaten Maybrat,” ucap Stevy.
Adanya surat balasan dari Sekwan ini, sangat pihak kejaksaan apresiasi. “Kami akan lakukan penjadwalan ulang untuk memanggil yang bersangkutan sesuai jabatan beliau sebagai Ketua DPRD yang telah melegitimasi beberapa surat sebagai pimpinan DPRD di Kota Sorong, ” terang dia.
Untuk Wali Kota Sorong sendiri, aku Stevy sampai dengan saat ini, belum ada konfirmasi atau surat balasan terkait pemanggilan yang pihaknya layangkan.
Sementara Kuasa Hukum Pemerintah Kota Sorong, Haris Nurlette yang ingin dikonfirmasi terkait surat panggilan Kejaksaan Negeri Sorong kepada Wali Kota dan Ketua DPRD belum mau berkomentar.
Alasannya, Haris belum mendapatkan informasi tersebut, sebab dirinya dalam beberapa hari terakhir berada di luar daerah dan baru tiba hari ini di Kota Sorong.
“Saya belum tahu perkembangan terakhir terkait kasus tersebut, jadi belum bisa memberikan keterangan, ” ucap Haris Nurlette di Lingkungan Kantor Pengadilan Negeri Sorong, Senin (16/3/2021). [EYE-SF]