Ratusan KPR Subsidi Mangkrak, Warga Kecil Dilarang Mimpi Punya Rumah

Caption foto : PBHKP Sorong buka Posko pengaduan korban KPR Subsidi Bank Papua Kumurkek yang mangkrak di Kabupaten dan Kota Sorong, Senin (06/03/2023) foto : PbP /EYE
“PBHKP Sorong Buka Posko Pengaduan Korban KPR Subsidi mangkrak”
Sorong, PbP – Warga ekonomi kecil tentu ingin memiliki rumah sendiri, tetapi biaya menjadi kendala. Menyadari situasi ini, Pemerintah sebagai abdi negara berupaya mewujudkannya melalui program Kredit Perumahaan Rakyat (KPR) bersubsidi.
Namun harapan warga ekonomi kecil, memiliki rumah sendiri di Kota Sorong pupus sudah. Sadisnya, mimpinya pun turut ‘dilarang’ pula bersama dengan nasib ratusan KPR subsidi yang mangkrak di Kota dan Kabupaten Sorong hingga terlihat seperti sisa – sisa puing bangunan warisan “purbakala”.

Itulah ungkapan Doddy Serly Putiray atau yang sehari – hari dipanggil dengan nama ibu Haurissa bersama putrinya Yessy Haurisa. Mimpi ibu Haurisa agar anaknya bisa memiliki rumah sendiri sudah hilang sejak 7 tahun silam. Dia dan anaknya menjadi korban penipuan KPR subsidi oleh pihak Developer dan oknum dari pihak Bank Papua.
Sudah kena tipu, malah nama anaknya telah diblacklist oleh Bank Indonesia, sehingga tidak bisa lagi mengikuti program KPR yang bekerjasama dengan Bank di Indonesia.
Ibu Haurisa ditemani dengan anaknya Yessy sudah sangat bersyukur jeritan dan keluhan hatinya akhir bisa tersampaikan, setelah selama 7 tahun menyimpannya sendiri.
Ditemui di kediamannya, Senin (06/03/2023), Ibu Haurissa membagi ceritanya. Dia katakan pertama ditawari program KPR subsidi ini, dia sangat senang. Dia lalu membayar Down Payment (DP) atau uang muka.
“Saya DP pertama 50 juta rupiah, selang satu bulan kemudian saya tambah lagi 25 juta Rupiah. Jadi totalnya 75 juta Rupiah. Pikiran saya, bila DP-nya besar, maka nanti saat bayar angsurannya kecil, ” kata Haurissa memulai ceritanya.
Setelah DP 75 Juta Rupiah beberapa hari kemudian dirinya dipanggil ke kantor Developer PT JMP yang menjalankan program KPR subsidi ini untuk di akad. Ketika dirinya datang ditemani oleh anaknya, situasi di kantor Developer sangat banyak antrian warga yang juga ingin melakukan akad kepemilikan KPR bersubsidi.
“Karena kita datang dari pagi dan menunggu hingga sore hari belum juga selesai antriannya, maka kita memutuskan untuk pulang, ” ucap Haurissa.
Lalu pada hari itu juga, tepatnya jam 10 malam, anak saya lalu dijemput oleh orang Marketing dari Developer KPR subsidi untuk di akad. Proses akad-nya itu berlangsung di Kantor Developer yang dipimpin oleh ibu Linda.
“Saat penandatangan akad itu cuma saya dengan orang Bank saja, tanpa didampingi notaris, ” kata Yessy menyambung penyampaian ibu Haurissa.
Setelah itu, Haurisa dan anaknya mengecek kondisi rumah KPR subsidi yang telah di akad tersebut. Namun kondisi rumahnya baru cuma pondasi saja.
“Kita pernah bertanya, kok kenapa rumah kami hanya baru pondasi saja, sedangkan rumah yang lain sudah disusun batu bata nya, malah sudah ada yang tutup seng. Kok kita punya cuma begini – begini saja. Alasan mereka tukang lagi berangkat, tukang tidak ada, alasannya sumur bor, ” kata Haurissa.
Dirinya telah mengadu ke pihak Bank Papua tetapi tidak ditindaklanjuti oleh pihak developer. Akhirnya dengan kesal dirinya mendatangi pihak Developer yang menjadi pelaksana program KPR subsidi untuk minta uangnya dikembalikan.
“Beberapa kali saya datang, pihak JMP selalu memakai Anggota atau aparat. Kesan saya, agar kami nasabah yang ambil rumah ini, bila datang ke JMP tidak ribut – ribut, ” kesan Haurissa.
Meski demikian pihaknya tetap bersikukuh untuk meminta kembali uangnya, akhirnya ibu Linda membuat perjanjian. “Perjanjiannya dia akan kasih kembali uang saya dengan catatan. Dia kasih dulu 10 juta Rupiah, bila rumah saya dia jual dan laku, baru dia tambahkan sisanya,” kata Haurissa mengingat perjanjiannya dengan pihak Developer.
Namun begitu rumah dijual, Haurissa sampaikan dirinya tidak mendapatkan kembali uangnya. Akhirnya ibu Linda memberikan jaminan mobil kepada dirinya.
“Sayangnya, mobil yang dia kasih pinjam sebagai jaminan itu, BPKB-nya ternyata ada di pegadaian, ” papar Haurissa.
Selang beberapa waktu kemudian, Linda kembali menghubunginya untuk minta mobilnya dikembalikan dengan solusi, dirinya memberikan rumah KPR subsidi juga di Jalan Kontainer SP 2 Kabupaten Sorong.
“Waktu kita cek rumahnya, saya lihat kondisinya tidak nyaman. Jadi saya tidak mau. Lalu dia over lah ke Km 12 masuk. Saya sudah mau rumah itu sebab sudah jadi, lalu saya cek ke Bank Papua. Pihak Bank Papua bilang ibu Linda itu tidak bisa over – over rumah sembarang, karena jangan sampai sudah di akad, “ucap Haurissa.
Sampai di titik ini, Haurissa dan anaknya telah putus asa untuk bisa memiliki rumah impiannya, sebab harus bolak – balik tanpa ada kejelasan dan kepastian.
“Dari pada kita bolak balik, ya akhirnya kita pasrah saja sudah. Namun saya bersyukur , akhirnya saya bisa ungkapkan suara hati,” ujar Haurissa.
Lanjut dia, “Kita ini, siang dan malam berjuang agar kita bisa punya rumah , lalu kita ditipu macam begini, kasihan. Kalau satu orang mungkin tidak apa – apa, tapi yang kena tipu ini ada banyak orang”.
Yenny lalu menambahkan nama dirinya pun sudah hitam di bank , karena kena blacklist. “Saya tahu itu, waktu saya mau ambil rumah di sekitar Jalan Malibella, namun pihak Developer di sana bilang, saya tidak bisa ambil rumah KPR, karena nama saya sudah di blacklist. Jadi saya sudah tidak bisa ambil rumah dan kredit apapun, ” ungkap Yessy
Ibu Haurissa lalu melanjutkan ungkapannya dengan meminta tolong kepada Bank Papua agar bersihkan nama anaknya. “Saya minta kepada Bank Papua tolong bersihkan nama anak saya, karena bukan kita yang tipu Bank, tapi kami yang ditipu oleh Developer dan oknum pegawai Bank, ” pinta Haurissa sembari menanyakan kok, kenapa bisa pengurusan KPR subsidi dari Bank Papua di Kota dan Kabupaten Sorong harus melalui Bank Papua Pembantu Kumurkek.

Mencermati begitu banyaknya korban penipuan KPR subsidi , Perhimpunan Bantuan Hukum , Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) membuka posko pengaduan. Hasilnya sudah ada 10 korban yang mengadu ke PBHKP terkait KPR subsidi yang macet.
Direktur PBHKP, Loury da Costa yang ditemui di ruang kerjanya menyampaikan berdasarkan laporan dari korban yang mengadu proses akad untuk kepemilikan KPR Subsidi oleh Bank Papua Pembantu Kumurkek ada cukup banyak kejanggalan.
“Jadi kalau saya lihat proses akad tersebut sampai saat ini bermasalah. Dimana ada sebanyak 385 rumah yang prosesnya tidak selesai sampai 100 persen , padahal sudah di akad, ” kata Loury da Costa.

Kemudian anggaran negara, sambung Loury, sudah dicairkan untuk program KPR subsidi melalui Bank Papua pembantu Kumurkek sebasar 73 miliar Rupiah lebih. “Kalau yang saya lihat ini ada permainan dari oknum – oknum Developer nakal dan oknum pegawai Bank Papua, ” papar Loury.
Oleh karena itulah, Loury sampaikan PBHKP akan membuka posko pengaduan korban penipuan KPR Subsidi mangkrak melalui Bank Papua.
“Kami akan mendampingi korban – korban yang dirugikan oleh program KPR subsidi. Akibat ulah oknum – oknum nakal dalam hal ini developer dan pegawai Bank Papua Kumurkek, ” ujar Loury.
Sampai sejauh ini, Loury katakan korban yang sudah melapor sekitar 10 orang. Mereka nantinya akan didampingi oleh PBHKP untuk proses hukum selanjutnya baik itu perdata maupun pidana.
“Kami juga minta agar Kejaksaan Negeri Sorong dan Kejaksaan Tinggi Papua Barat bisa serius menangani perkara ini biar cepat tuntas, agar nasib para korban penipuan bisa dipulihkan, sebab kami tentu akan mengawal prosesnya, ” pinta Loury. [EYE-SF]