Sorong, PbP – Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat Daya (MRP PBD), sudah mulai melakukan tahapan verifikasi faktual (Verfak), terkait keaslian orang asli Papua (OAP) terhadap sejumlah bakal calon gubenur dan wakil gubenur Papua Barat Daya tahun 2024.
Verifikasi tersebut dilakukan guna mendapatkan informasi sekaligus data secara langsung dari masyarakat adat, untuk dijadikan landasan pertimbangan bagi MRP PBD, dalam menentukan rekomendasi persetujuan keaslian OAP bakal calon kepala daerah kepada KPU PBD.
Sebagaimana diketahui khusus untuk Pilkada di tanah Papua, termasuk di dalamnya PBD, syarat utama seseorang bisa mencalonkan diri sebagai gubenur dan wakil gubernur, adalah wajib OAP atau orang yang mendapat pengakuan dari kelompok masyarakat adat Papua.
Jika merujuk pada pentingnya syarat keaslian OAP, maka menjadi keharusan bagi MRP PBD untuk bertindak profesional dan proporsional, dalam menentukan dasar-dasar pertimbangan, termasuk dalam upaya menggali informasi terkait keaslian OAP seorang calon kepala daerah.
Hal ini penting demi terjaminnya hak politik warga negara Indonesia, tetapi juga hak-hak dasar masyarakat adat, dalam entitas yang disebut OAP.
Namun dalam pelaksanaannya, MRP PBD selaku lembaga kultur masyarakat adat, terkesan belum mampu mengharmonikan semua kepentingan masyarakat adat di wilayah Papua Barat Daya. Buktinya, masih ada keluhan terkait kinerja MRP PBD dalam menjamin hak politik masyarakat adat, khususnya melalui kegiatan verifikasi faktual keaslian OAP, bakal calon kepala daerah.
Keluhan ini datang dari Lembaga Masyarakat Adat Malamoi, sebuah entitas yang kita ketahui bersama sebagai pemilik ulayat dimana ibukota Provinsi PBD berdiri. LMA Malamoi masih menyangsikan kinerja MRP PBD yang menurut mereka masih jauh panggang dari api alias masih jauh dari harapan.
Ini bermula dari pelaksanaan verifikasi faktual oleh MRP PBD terhadap bakal calon gubernur PBD, Abdul Faris Umlati (AFU) yang digelar MRP PBD di Kabare, Kabupaten Raja Ampat, beberapa waktu lalu.
Juru Bicara LMA Malamoi Perwakilan Raja Ampat Ludia Mentasan, menekankan proses verifikasi faktual yang dilakukan oleh MRP PBD terkesan tidak profesional bahkan sepihak, karena tidak melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan langsung dengan AFU, yang berkaitan dengan status OAP.
Tidak ada surat ataupun pemberitahuan resmi kepada kerabat marga Sonoy selaku turunan asal AFU. Selain itu tidak ada juga pemberitahuan resmi kepada LMA Ambel maupun LMA Malamaoi yang didalamnya mencakup Moi Maya sebagai bagian dari kelompok masyarakat adat AFU berasal.
“Kemarin MRP PBD turlap (turun lapangan) ke Kabare juga tidak ada undangan ke LMA Malamoi, DAS Maya dan marga Sonoy,” tulis Ludia dalam pesan singkat yang diterima media ini via aplikasi whatsapp (WA), Jumat (06/09/2024).
Sebagai juru bicara LMA Malamoi, Ludia mengaku pihaknya merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi sekaligus mempertanyakan kinerja MRP PBD dalam proses verifikasi tersebut.
Pasalnya, ada dugaan data-data yang didapat diindikasikan bisa merugikan AFU yang merupakan keturunan asli Sonoy, anak adat Ambel, Moi Maya atau Malamoi pada umumnya.
Ia pun meminta MRP PBD agar bekerja profesional, independen dan sesuai dengan koridor undang-undang. Sebagai benteng terakhir harapan OAP, MRP PBD tidak boleh bekerja dibawah tekanan politik atau intervensi kepentingan apalagi berdasarkan pesan-pesan sponsor. Hal ini perlu menjadi perhatian karena MRP lahir dari UU Otsus yang merupakan jawaban atas pergumulan panjang rakyat Papua.
“AFU adalah anak adat Sonoy, anak adat sub suku Ambel yang merupakan bagian dari Malamoi, jadi mempunyai hak yang sama dengan OAP lainnya dalam politik, termasuk mencalonkan diri sebagai gubenur. MRP PBD sebagai lembaga kultur masyarakat adat tidak boleh bekerja dibawah tekananan politik dan membawa pesan sponsor,” tuntas Ludia. [JOY]