Masyarakat Adat Protes Keras Kebijakan Gubernur PBD Soal Rekrutmen Anggota DPR Otsus

Sorong, PbP – Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi menyatakan protes keras, terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (PBD), atas terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pembentukan Panitia Pemilihan dan Tata Cara Seleksi Anggota Panitia Seleksi Kabupaten/Kota Dalam Rangka Pengisian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota melalui Mekanisme Pengangkatan.

Kepala Sekertariat LMA Malamoi Provinsi Papua Barat Daya, Abraham M. Klasa, SS menegaskan, pihaknya merasa perlu menyampaikan pernyataan terhadap kebijakan gubenur PBD, khususnya berkaitan dengan rencana rekrutmen anggota DPRP dan DPRK jalur pengangkatan tersebut.

Menurutnya, apa yang dilakukan gubernur melalui intansi terkait, terkesan tidak menghargai masyarakat adat Moi, sebagai pemilik hak ulayat di Kota Sorong, tempat ibukota Provinsi Papua Barat Daya berdiri.

Hal ini, sebut Abraham dikarenakan, dalam proses pembuatan aturan turunan dari UU Nomor 2 tahun 2021 serta PP nomor 106 tahun 2021 itu, LMA Malamoi sebagai representasi dari entitas orang Moi di Papua Barat Daya, sama sekali tidak dilibatkan oleh pemerintah.

“Proses pembuatan Pergub dan tahapan lain dalam agenda rekrutmen anggota DPRP dan DPRK jalur pengangkatan, kami (LMA Malamoi) sama sekali tidak dilibatkan. Kami menilai ini suatu hal yang sangat disayangkan,” ujar Klasa, saat ditemui di Sekretariat LMA Malamoi, Kota Sorong, Rabu (01/05/2024).

Ia bahkan mengaku baru mengetahui adanya Pergub Nomor 4 tahun 2024 melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan Pemprov PBD di Rylich Panorama Hotel, pada Selasa (30/04/2024), itupun diketahui melalui pemberitaan di media massa.

Hal ini, kata Klasa, tentu mengundang tanya di kalangan masyarakat, apa yang menjadi penyebab sehingga masyarakat adat tidak dilibatkan dalam sosialisasi tersebut.

“Ini aturan mengenai kepentingan masyarakat adat, termasuk kami orang Moi sebagai pemilik ulayat di Kota Sorong. Kenapa kami tidak dilibatkan, bahkan hanya untuk hadir sebagai peserta dalam sosialisasi saja kami tidak diikutkan,” ucap Klasa.

Karena tidak dilibatkan, Klasa mengaku pihaknya sama sekali tidak mengetahui isi dari Pergub tersebut. Padahal, LMA sebagai lembaga yang resmi, perlu untuk memahami isi dari Pergub tersebut, untuk bisa menjadi acuan penyampaian juga tindakan yang nanti dilakukan dalam rangka memproteksi hak-hak dasar masyarakat adat Moi di Kota Sorong.

Ia juga mengaku sedikit terganggu dengan penyampaian Pj Gubenur PBD Muhammad Mus’ad, yang dimuat di sejumlah media yang menyebut jatah kursi jalur pengangkatan, baik DPRP maupun DPRK, menjadi milik orang Asli Papua (OAP), tanpa mengklasifikasikannya, sesuai dengan wilayah adat masing-masing.

Padahal, lanjut Klasa, jika merujuk pada amanat UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus bagi Papua, juga aturan turunannya dalam PP 106 tahun 2021, secara jelas bahwa pembagian kursi DPR Otsus merujuk pada kelompok masyarakat adat yang ada di masing-masing wilayah. Dengan demikian, maka jatah kursi Otsus di DPRK Kota Sorong, harus milik orang Moi.

“Betul kita semua orang asli Papua, tetapi kita memiliki wilayah adat masing-masing. Tidak bisa kami orang Moi pergi ambil haknya orang Sorong Selatan, atau Raja Ampat atau Maybrat dan sebagainya. Begitu juga sebaliknya tidak boleh mereka mengambil hak kami orang Moi. Kota Sorong wilayah adat orang Moi, jadi jatah 8 kursi di DPRK Kota Sorong untuk jalur pengangkatan sepenuhnya milik orang Moi,” tegas Klasa.

Ia mengaku pihaknya akan segera meminta pertanggungjawaban kepada Gubernur PBD, serta MRP dan Pemerintah Pusat melalui Kemendagri atas kegaduhan tersebut. Hal ini, dilakukan semata sebagai upaya untuk memproteksi hak dasar orang Moi, yang selama ini sudah banyak dirampas.

“Saya tidak menyinggung ataupun membenci saurada-saudara saya OAP yang lain, tapi mari kita saling menghargai dan menghormati wilayah adat masing-masing. Kita orang Papua ini dikenal dengan budaya malu, jadi tidak bisa kita memaksakan kehendak untuk mengambil apa yang bukan menjadi hak kita,” pungkasnya.

Sementara, pihak Pemprov Papua Barat Daya, sampai saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait persoalan tersebut. Gubernur PBD yang dikonfirmasi melalui Plt Kepala Badan Kesbangpol Yakob Kareth, belum merespon upaya konfirmasi yang dilakukan oleh awak media. Baik melalui pesan singkat di aplikasi whatsapp (WA) maupun telephone yang bersangkutan tidak merespon. [JOY]

Please follow and like us:
Like
Like Love Haha Wow Sad Angry
2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *