Masyarakat Jangan Termakan Informasi Hoax di Medsos Jelang Pilkada Serentak di Papua Barat
Sorong, PbP – Menjelang Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (pilkada) serentak di seluruh Indonesia, eskalasi berita hoax terus meningkat di media sosial. Masyarakat diminta untuk tidak menelan mentah informasi yang beredar di media sosial yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Hal tersebut sampaikan Ketua IJTI Pengda Papua Barat, Chanry Andrew Suripatty saat dikonfirmasi media ini soal maraknya informasi hoax yang beredar di media sosial menjelang pilkada serentak Desember 2020 mendatang.
Menurut Chanry, dalam pilkada serentak nanti, Papua Barat juga turut melaksanakan pesta demokrasi tahunan itu. Ada 9 kabupaten di Papua Barat yang akan menggelar pesta demokrasi tersebut.
Menurut Chanry, untuk menjadi media yang dipercaya masyarakat, wartawan juga harus berpodoman pada kode etik jurnalistik. Wartawan tidak bisa dengan gampang mengambil informasi dari media sosial (medsos), sebab keakuratan informasinya belum jelas. Wartawan juga jangan terlibat pada penyebaran berita hoax.
Pria yang merupakan Jurnalis senior ini menyayangkan, saat ini masyarakat lebih memilih informasi yang diperoleh dari medsos dibanding berita yang disajikan melalui media daring—karya jurnalistik. Padahal keakuratan data dan informasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Wakil Ketua Bidang Advokasi IJTI Pusat ini juga mengingatkan, sebelum informasi diberitakan harus divefikasi terlebih dahulu oleh wartawan dan juga redaksi.
” Saya kira hal Itu sangat penting dalam penyajian berita, sehingga wartawan tidak terjebak pada berita bohong.Jangan sekali-kali media pers mengambil informasi dari media sosial, karena media sosial bukan pers,” ujar Chanry Andrew, Selasa (29/9/2020).
Koresponden MNC Media Group (RCTI, GLOBAL TV, MNC TV, INEWS TV, SINDONEWS.COM, OKEZONE.COM, INEWS.ID) ini juga berharap, media dan wartawan di Papua Barat harus menjaga netralitas, integritas dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Apalagi menjelang pemilukada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
Ada beberapa berita hoax yang beredar masif di medsos. Misalnya, berita yang dikombinasikan antara hoax dan kejahatan siber dan diedarkan di berbagai group dan WhatsApp. Akibatnya, media sosial berubah fungsi menjadi ajang bertikai.
Untuk itu, ia meminta masyarakat agar berita diperoleh dari medsos yang belum terverifikasi jangan dijadikan rujukan untuk menentukan pilihan nanti.
“Nah, jangan sampai masyarakat lebih memilih berita atau informasi yang disajikan di medsos. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi,” tandasnya. [JOY-MJ]