Melkias Ky Keberatan Dituduh Eksekutor Kasus Penyerangan Pos Ramil Kisor
Di dunia hukum, ada salah satu Adagium (pepatah) yang paling terkenal. Adagium itu berbunyi “lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah..
Sorong, PbP – Seseorang yang telah duduk di kursi pesakitan (di muka majelis hakim) tidak selalu harus dinyatakan sebagai orang yang bersalah. Begitulah cara pandang dalam memahami suatu peristiwa hukum yang sedang dalam proses mencari keadilan.
Melkias KY, Selasa (4/10/2022) harus tampil dengan pakaian khas kemeja lengan panjang putih dan celana panjang hitam kain di muka Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong yang diketuai oleh Bernadus Papendang didampingi Lutfi Tomo dan Rivai Tukuboya selaku hakim anggota. Maka dengan sendirinya Melkias telah menyandang status tertuduh atau terdakwa.
Melkias KY hadir sebagai tertuduh atas peristiwa penyerangan ke Pos TNI (Pos Ramil) yang berada di Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat pada 2 September 2021. Atas penyerangan Pos Ramil Kisor tersebut mengakibat empat (4) prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yakni Serda Amrosius, Praka Dirham, Pratu Zul Ansari, dan Lettu Chb Dirman tewas, sedangkan dua orang personel lainnya yakni Sertu Juliano dan Pratu Ikbal mengalami luka berat.
Melkias KY sebelumnya oleh pihak Kepolisian telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Melkias Ky di tangkap ketika berada di salah satu rumah warga di Kampung Mukamat, Distrik Kais Darat, Kabupaten Sorong Selatan pada 30 Januari 2022.
Tercatat dalam peristiwa berdarah yang melukai sanubari jajaran Anggota TNI tersebut ada 21 orang tersangka yang telah diberi status DPO. Dimana sebelumnya, sudah ada 7 (Tujuh) tertuduh yang telah disidangkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Ditambah lagi dengan 3 (tiga) tertuduh yang telah disidangkan di PN Makassar.
Tertuduh Maikel Yam dan kawan-kawan demikian pula Maklon Sami dan kawan – kawan telah terbukti bersalah dan menyakinkan berdasarkan vonis Majelis Hakim PN Sorong maupun Majelis Hakim PN Makassar memenuhi unsur yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang dalam dakwaan Primer pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Amar putusan untuk Maikel Yam dan kawan-kawan divonis 20 tahun penjara sedangkan Maklon Sami dan kawan-kawan di jatuhi vonis 18 tahun penjara,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Nuryanto yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong.
Eko Nuryanto katakan, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan atas Melkias Ky merupakan lanjutan sidang terhadap DPO dalam kasus penyerangan terhadap Pos Ramil Kisor yang telah ditangkap dan diamankan. Melkias Ky oleh Penuntut Umum dituduh sebagai salah satu eksekutor pertama yang melakukan pembacokan terhadap salah satu korban yakni Serda Ambrosius di dalam bilik kamar Pos Ramil Kisor.
“Terdakwa ini merupakan salah satu eksekutor. Dia melakukan pembacokan terhadap salah satu korban tewas. Dan pasal dakwaannya pun sama terhadap tiga berkas perkara yang telah berkekuatan hukum tetap,” ucap Eko Nuryanto diluar ruang sidang usai sidang.
Atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, Kuasa Hukum Melkias Ky, Yohannes Mambrasar yang tergabung dalam Perhimpunan Advokad HAM (Paham) Papua menyatakan menolak secara tegas segala tuduhan yang dilayangkan kepada kliennya. Bahkan Yohannes Mambrasar menegaskan, Melkias Ky merupakan korban salah tangkap dalam peristiwa penyerangan Pos Ramil Kisor. “Kami dalam sidang tadi, setelah membaca mendengar dakwaan JPU, kepada Majelis hakim kami sampaikan sangat keberatan. Untuk itu kami akan ajukan eksepsi atau dakwaan JPU,” ucap Mambrasar usai sidang di luar ruang sidang.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, Mambrasar katakan Melkias Key tidak terlibat dalam peristiwa ini. “Dia merupakan korban salah tangkap. Berdasarkan itu dakwaan yang diajukan kami keberatan atau ajukan eksepsi,” kata Mambrasar menegaskan.
Peristiwa tanggal 2 September 2021 semua tahu bersama bahwa Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) melalui video yang beredar mengaku bertanggung jawab atas penyerangan Pos Ramil Kisor. “Mereka juga katakan tidak ada masyarakat sipil yang terlibat,” ucap Mambrasar.
Kemudian dirinya telah pula menemui istri dan ibu Melkias Ky. “Saya sudah ketemu orang tua dan istri terdakwa. Mereka mengatakan dia tidak terlibat. Pada waktu peristiwa itu, dia ada di kampung Sum. Dimana peristiwa terjadi sekitar jam 3 pagi. Dia ketika itu sedang tidur di rumah bersama istrinya. Setelah pagi barulah mereka bersama warga dapat informasi ada penyerangan Pos Ramil Kisor,” tutur Mambrasar.
Ketika mendapatkan informasi Pos Ramil Kisor diserang, warga secara otomatis langsung memilih mengungsi. Dia dan mamanya lalu perintahkan semua keluarga untuk pergi mengungsi ke hutan, termasuk terdakwa. “Dia mengungsi ke Kais darat di kampung Mukamat,” papar Mambrasar.
Setelah itu, lanjut dia, kemudian kepolisian berkomunikasi dengan tokoh masyarakat untuk meminta Melkias Ky mengklarifikasi. “Kamu datang klarifikasi, kalau kamu tidak bersalah kami akan pulangkan kamu,” kata Mambrasar menirukan penyampaian terdakwa kepada dirinya ketika dihubungi oleh kepolisian.
Atas penyampaian tersebut, sambung Mambrasar, tentu saja Melkias Ky menyambut baik, biar dirinya pun bisa bebas dan menjadi tenang. Makanya di datang ke Polsek Ayamaru, “Namun kenyataan justru berbeda, dia diperiksa dan langsung ditahan, kemudian dilimpahkan ke Polres Sorsel. Kami melihat bahwa Melkias Ky ini korban salah tangkap,” kata Mambrasar menegaskan.
Menanggapi penyampaian Penasehat Hukum Melkias Ky , Eko Nuryanto selaku penuntut umum sudah memaklumi bentuk statemen tersebut. Pihaknya tidak bisa membantah diluar sidang. “Kita tidak bisa mengiyakan dan membenarkan statement diluar sidang. Karena kami selaku penuntut umum yang memiliki kewenangan telah memeriksa berkas perkara secara profesional,” kata Eko Nuryanto.
Bila terdakwa merasa tidak bersalah, Eko Nuryanto tambahkan silahkan nanti sampaikan dan buktikan di dalam persidangan, biar majelis hakim yang menilai dan memberi keputusan.
Dikutip dari website Hukum online, Adagium hukum soal lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”. Adagium ini merupakan tafsiran dari asas In Dubio Pro Reo. Dalam penerapan Asas In Dubio Pro Reo, di Indonesia, asas ini sering digunakan Mahkamah Agung (MA) dalam memutus sebuah perkara.
Salah satunya tertuang dalam Putusan MA No. 33 K/MIL/2009. Salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa, yaitu dibebaskan dari dakwaan. [EYE]