Nilai Jual Rendah, Warga Arguni Sepakat Sasi Pala

Sorong, PbP – Bupati Kaimana Freddy Thie menyambut baik inisiatif warga 4 kampung di Distrik Arguni Bawah, terkait kegiatan sasi pala.
Freddy menyampaikan, sebenarnya pemerintah Kabupaten Kaimana telah mencanangkan pala sebagai salah satu komoditi utama, sejak kabupaten itu berdiri beberapa tahun lalu.

Hanya saja, ia mengakui bahwa pengembangan pengelolaan pala di Kaimana tidak semuda membalikan telapak tangan.
Minimnya pemahaman masyarakat dalam pengelolaan komiditi pala, hingga keterbatasan pemerintah daerah dalam menjangkau wilayah-wilayah disana menjadi kendala utama.

Ia mengaku sangat beryukur ada sejumlah stakeholder termasuk Econusa yang tengah melirik pala sebagai salah satu program pengembangan di wilayah Kaimana.
“Kami perna ada program ‘sejuta pohon pala’ hanya saja memang kami akui program tersebut belum berjalan maksimal. Kami berharap terobosan yang dilakukan teman-teman dari EcoNusa ini bisa memberikan stimulan dalam mendorong kemajuan manajemen pengelolaan komoditi pala di Kaimana,” sebut Freddy dalam kesempatan audiens dengan awak media, di Kaimana belum lama ini.
Ia menambahkan, komoditi pala sebenarnya memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Saat ini saja, buah pala kering sudah ada di kisaran harga Rp 40 ribu perkilonya. Sedangkan bunga pala sudah mencapai Rp. 200 ribu perkilo. Pengembangan komoditi pala, sebut dia tentu memiliki prospek yang bagus karena didukung pasar yang stabil.

“Kita contohkan satu pohon pala bisa menghasilkan buah 40-50 kg, tentu masyarakat di Kaimana sejahtera jika mereka memiliki 5-10 pohon pala saja dalam satu keluarga,” kata Fredi.
Harga tersebut, kata Freddy, sebenarnya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan kualitas pala yang dihasilkan masyarakat Kaimana masih jauh dibawah Fakfak dan daerah lainnya.
Pala Kaimana, sebut dia kualitasnya lebih rendah karena minimnya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan pala, khususnya terkait masa panen dan pasca panen. Ia tak menampik jika warga Kaimana, khususnya di wilayah Arguni menggantungkan sebagian besar kebutuhan hidupnya dengan pala.
Hal inilah yang berdampak pada masa panen pala yang terpaksa harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

“Jadi pala itu dipanen saat masyarakat membutuhkan, misalnya uang sekolah atau kebutuhan lainnya. Padahal jika dilihat buah yang dipanen itu belum tentu sudah matang. Ini jelas berdampak pada kualitas pala yang nanti dihasilkan,” ujar Freddy.
Pala yang berkualitas, jelas Freddy dipanen dalam kondisi yang benar-benar matang, kemudian pengelolaan pasca panen juga harus dilakukan dengan baik, mulai dari pemisahan daging, biji dan bunga, penjemuran, pengasaran hingga penyimpanannya, harus disesuaikan dengan suhu maupun cara-cara tertentu.
“Nah ini yang coba untuk kita berikan edukasi kepada masyarakat. Saya sepakat jika masyarakat berinisiatif menggelar sasi pala, ini bentuk komitmen bersama untuk bagaimana supaya kualitas pala kita ini bisa lebih baik lagi, yang tentu juga akan berdampak pada peningkatan harga demi menunjang ekonomi masyarakat,” sebut Freddy.
Hanya saja, ia meminta agar masyarakat konsekuen dengan apa yang telah dilakukan. Jika pala sudah disasi, maka jangan dilanggar. Tunggu sampai waktu yang disepakati baru boleh dipanen.
“Jika ini merupakan aspirasi dari masyarakat, kami sangat menyambut baik dan siap mendukung. Apa perlu adanya sanksi atau apa perlu pemerintah menyediakan regulasi nanti kita lihat. Yang pasti harapan kami kepada masyarakat agar konsekuen atau menjaga komitmen bersama terkait sasi pala ini,” tuntas Freddy.
Jadi Contoh
Sasi merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Papua, yang jika diartikan secara harafia sebagai sebuah larangan. Sejumlah daerah di Papua sering menerapkan sasi sebagai upaya untuk melestarikan alam, sehingga alam tetap memberikan manfaat bagi manusia dalam jangka waktu yang panjang.
Jika di Raja Ampat atau tempat lainnya sering dikenal dengan sasi laut, yang melarang masyarakat mengambil hasil laut dalam jangka waktu tertentu, di Kaimana tepatnya di Distrik Arguni Bawah, masyarakat menggunakan kearifan lokal yang satu ini untuk menjaga ketersediaan dan kualitas pala.
Masyarakat kampung bersepakat untuk menggelar sasi pala yang berlaku untuk setiap pohon pala, baik di kampung maupun dusun (kebun). Kegiatan sasi pala yang juga diinisasi oleh Econusa ini digelar pada 16 Maret 2022.
Sasi digelar dalam sebuah upacara adat suku Irarutu, yang dipimpin kepala suku dan disertai sejumlah ritual adat. Tak ada sanksi yang tersurat dari larangan memanen pala tersebut, namun warga disana meyakini akan ada bencana jika melanggar sasi yang sudah dipasang.
Kepala Kampung Kufuryai Beatriks Tefruam, menyebutkan upacara adat sasi pala, merupakan inisiatif masyarakat dan Pemerintah Kampung serta mendapat dukungan dari Econusa. Dalam rangka melestarikan budaya leluhur juga dalam upaya meningkatkan kualitas panen pala.
Sasi pala juga bagian dari kearifan lokal dalam rangka perlindungan SDA bagi masyarakat Suku Irarutu. Sasi mempunyai dampak positif dalam menjaga SDA agar tetap lestari termasuk pala debagai sumber penghidupan masyarakat di wilayah tersebut.
“Pala menjadi penopang utama ekonomi masyarakat 4 kampung di Distrik Arguni Bawah. 99 persen pendapatan 4 kampung berasal dari pala. Kegiatan sasi ini menjadi bagian penting, dalam rangka melestarikan pala juga sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pala,” ujar Beatriks.
Ia menjelaskan, selain mendorong adanya kegiatan sasi pala, pihaknya bersama Econusa juga terus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait budidaya pala, juga pengolahan pala pasca panen. Pemerintah kampung juga sudah mendorong pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang khusus bertugas mengurus masalah pemasaran pala.
“Kita mulai dari budidaya seperti pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen hingga penanganan pasca panen. Tentu ini bukan pekerjaan muda dibutuhkan dukungan dari para pihak, termasuk dukungan anggaran. Arguni bawah akan jadi inspirasi dan contoh bagi distrik lain, dimulai dari hari ini,” tutur Beatriks. [JOY]