PBD Butuh Pemimpin Berwawasan Kebangsaan dan Problem Solver
Sorong, PbP – Masyarakat Papua Barat Daya (PBD) belakang mulai diramaikan dengan munculnya sejumlah figur yang digadang-gadang bakal menjadi kontestan dalam Pilkada Gubernur PBD beberapa waktu mendatang.
Fenomena bermunculan figur yang diproyeksikan akan menjadi calon gubernur di PBD adalah sesuatu yang sangat baik, yang bisa dimaknai sebagai sebuah kesadaran kolektif dari masyarakat untuk ikut berpikir, dan ikut berjuang bagi kemajuan daerah ini.
Pengamat politik Papua, Origenes Nauw, mengungkapkan, soal variasi pendapat masyarakat sejauh ini adalah hal yang biasa, mengingat bukan waktunya untuk menggiring masyarakat bersepakat pada suatu pilihan diwaktu ini. Hal ini dikarenakan proses tahapan Pilkada masih berjalan, lagian pula pemilihannya baru akan dilangsungkan pada tanggal 27 November mendatang.
Namun demikian, selaku orang yang cukup lama berkiprah di dunia politik, Ori sapaan akrapnya melihat bahwa ada suatu realita politik masyarakat yang perlu dibantu, supaya masyarakat jangan terjebak dalam permainan politik yang mengambil kerangka berpikir tradisional atau primitif.
Hal ini, lanjut dia dikarenakan masyarakat PBD tidak sedang diperhadapkan dengan agenda pemilihan seorang kepala suku, atau ketua kelompok ikatan, tetapi sedang berbicara soal pemimpin pada level pemerintahan yang sangat penting seperti provinsi atau kabupaten kota.
Oleh karena itu, kata dia, perlu ada pencerahan pemahaman kepada masyarakat supaya pada akhirnya kita mendapatkan seseorang pemimpin daerah yang memiliki kualifikasi kompetensi dan juga integritas serta syarat lain yang penting dan dibutuhkan.
Hal ini penting agar lima tahun kedepan pemimpin yang dilahirkan memiliki kemampuan bekerja, memimpin pemerintahan di PBD, dan mampu membuat daerah ini kedepan mengalami kemajuan yang jauh lebih signifikan.
“Itu sebabnya menurut saya kalau kita hanya menyebutkan nama orang kemudian dalam simulasi yang dibuat misalnya tokoh A disandingkan dengan tokoh B itu hal yang biasa saja dan itu ibarat pernak pernik dalam demokrasi politik, jadi tidak usah kita menanggapi secara berlebihan apalagi emosional,” ujar Ori saat diwawancarai awak media di kediamannya di Km 10 Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (25/03/2024).
Baginya, jauh lebih penting adalah setiap orang yang mempunyai inisiatif untuk memberikan endorse untuk tokoh tertentu, mestinya sedikit memberikan semacam pemikiran atau setidaknya poin-poin yang menjadi alasan mengapa figur-figur tersebut diprofilkan untuk diorbitkan ke ruang publik.
“Yang saya lihat di ruang publik, di media-media mainstream dan media sosial belum kelihatan, orang lebih cenderung melihat dari sisi sentimen-sentimen sempit untuk mendorong tokoh tertentu, misalnya orang dari Raja Ampat cenderung mendorong orang dari Raja Ampat, orang Sorsel mendorong orang Sorsel, begitu juga Maybrat, Moi dan sebagainya. Ini hal yang menurut saya kalau tidak dibarengi dengan norma politik yang baik maka kita akan memelihara semacam enklave-enklave, blok-blok atau polarisasi-polarisasi yang menurut saya tidak bagus dalam konteks kita sebagai sebuah bangsa dan negara,” sebut Ori.
Menurutnya, perlu ada semacam pikiran jenius dari tokoh akademisi, intelektual maupun awak media untuk bagaimana menawarkan semacam rambu-rambu normatif atau politis dalam rangka mengarahkan kandidasi ini. Ia mencontohkan secara pribadi dirinya merasa perlu untuk mengidentifikasi kondisi objektif Papua Barat Daya baik itu kondisi pembangunan secara internal maupun eksternal.
“Misalnya kita bicara eksternal hari ini posisi Papua Barat Daya, posisi Kota Sorong sebagai pintu gerbang di kawasan timur Indonesia, bukan cuma itu tapi secara geopolitik dan geostrategi regional dan global, ini sangat penting untuk kita kedepankan dalam analisis-analisis untuk mengidentifikasi kira-kira profil seperti apa yang nanti akan kita dorong kesana,” kata Ori.
Jika dilihat kembali kebelakang saat perang dingin di tahun 1947-1991 antara blok Barat yang dipimipin Amerika dan blok Timur dipimpin Unisoviet, sangat mempengaruhi peta geopolitik, geoekonomi dan semua konstelasi kehidupan di seluruh dunia.
Kemudian bergeser pasca perang dunia Kedua yang sangat mempengaruhi dinamika kehidupan di dunia, kemudian masuk dalam perkembangan pembangunan ekonomi pasca perang dunia hingga ke era globalisasi saat ini, dimana kata kunci dari era globalisasi adalah connectivity, yang berbicara tentang terintegrasinya kepentingan dunia di dalam suatu kawasan, yang sangat berdampak pada perkembangan pertumbuhan ekonomi, sosial politik dan semua aspek kehidupan lainnya
Ia mengatakan, pada era Asia Pasifik saat ini, Kota Sorong menjadi pintu gerbang dari permainan politik regional maupun global dalam rangka hegemoni negara-negara adidaya di kawasan Asia Pasifik. Contoh dibagian kawasan Timur ada dua negara adidaya yang bangkit menjadi kekuatan ekonomi yang sangat dahsyat yakni Tiongkok dan India. Saat ini Tiongkok berusaha melebarkan sayapnya di kawasan Pasifik, kemudian Amerika juga tidak tinggal tenang, sehingga masuk di Port Moresby, menjadikan kawasan ini arena berebutan negara adidaya.
“Nah ini seorang pemimpin kedepan dia harus mempunyai visi seperti itu, karena gubernur tidak hanya sekedar memimpin penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, menghabiskan APBD, tidak, dia harus bisa memastikan bahwa kepentingan negara di tanah Papua ini harus terjaga dan terjamin secara berkelanjutan,” jelas Ori.
Kemudian identifikasi persoalan internal, terkait kondisi objektif di daerah seperti soal isu Orang Asli Papua dan non Papua, tentu sudah menjadi isu politik yang sangat riil. Olehnya itu, siapapun yang nantinya menjadi gubernur harus orang yang mampu menyatukan dua kepentingan besar ini, harus mempunyai kemampuan sebagai pemersatu yang tidak memelihara sentimen-sentimen kedaerahan yang sempit.
“Papua ini bagian dari NKRI, kita tidak bisa mengatakan bahwa negara diskriminatif, negara tidak adil, sebagai pemimpin kita sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, menjamin kepentingan nasional di daerah terpelihara, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan lokal, dimana masyarakat asli Papua itu adalah sebuah entitas mereka adalah subjek dari pada negara ini sehingga harus diberikan perlakuan yang istimewa,” ucap Ori.
Hal yang lain yakni kemiskinan di Papua Barat Daya yang tinggi, kedepan gubernur bukan hanya datang mengelola anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat ke daerah, tapi harus mempunyai kemampuan untuk bisa menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang bersumber dari daerah ini baik SDA maupun SDM.
“Oleh karena itu maka kita membutuhkan seorang yang mempunyai visi wirausaha, dia harus mempunyai visi enterpreneur, yang bisa mengembangkan potensi daerah dalam rangka mendapatkan nilai tambah secara ekonomi. Kita tidak mungkin membangun daerah ini tanpa uang, kita tidak mungkin mengatasi masalah kemiskinan kalau kita tidak punya uang, kalau pembangunan ekonomi bertumbuh maka kesejahteraan masyarakat bisa paling tidak terjamin,” kata Ori.
Kemudian, lanjut dia hal lain soal pembangunan berkelanjutan yang diusung masyarakat dunia saat ini, secara bertahap sumber-sumber mineral sebagai bahan baku dalam industri yang bersumber dari bahan seperti fosil sudah mulai dibatasi karena sudah berkurang, masyarakat dunia sudah menggunakan energi terbarukan. Maka gubernur yang akan datang setidaknya harus mempunyai visi untuk bagaimana membangun daerah ini tanpa menghancurkan sumber daya alam yang ada. Tetapi dia bisa mengidentifikasi sumber energi baru maupun yang terbarukan itu.
Kemudian dari sisi keamanan, sulit untuk menampik bahwa situasi di Papua Barat Daya atau Papua pada umumnya masih terus bergejolak, dan kita tidak bisa hanya mengatakan ini ranahnya atau tugasnya TNI Polri, justru menurutnya, hal ini sangat erat kaitannya dengan siapa yang menjadi pemimpin. Maju mundurnya, aman tidaknya, sejahtera atau miskinnya daerah ini tergantung kepada siapa yang menjadi pemimpin.
“Jadi kalau menjadi pemimpin hanya untuk melanggengkan kepentingan primordialisme itu jangan kita dukung, siapapun dia. Kalau hanya datang untuk merawat dinasti dalam pemerintahan sekali lagi jangan kita dukung,” tegas Ori.
Diakhir penyampaiannya, ia mengaku selama ini telah membaca di banyak media, namun belum ditemukan ada intelektual, akademisi atau cendekiawan yang coba membicarakan, yang coba mengidentifikasi persoalan daerah yang menjadi alasan mengapa seseorang pantas diprofilkan untuk menjadi calon gubernur PBD nantinya.
“Ada banyak soal sebenarnya, kalau di forum atau ruang yang lebih representatif, saya ingin berbagi pemikiran ini sehingga masyarakat dapat memberikan pertimbangan yang rasional, agar sama-sama kita dorong dan perjuangkan bahkan memilih sosok gubernur yang memiliki kemampuan untuk menghadirkan solusi (problem solver), visioner dan tentunya berintegritas,” pungkasnya. [JOY]