Program BAF di Bentangan Laut Kepala Burung Disambut Baik
Sorong, PbP – Komite pengarah dan seleksi proposal Blue Action Fund (BAF) di Bentangan Laut Kepala Burung melakukan rapat koordinasi bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat, Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) di Raja Ampat, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Raja Ampat, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Tambrauw, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sorong, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Kampung Kabupaten Sorong serta Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tambaruw. Rapat koordinasi tersebut berlangsung di salah satu hotel di Kota Sorong, Selasa (15/02/2022).
Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) Provinsi Papua Barat, Jacobis Ayomi dalam sambutannya mengatakan Provinsi Papua Barat merupakan satu-satunya provinsi berkelanjutan di Indonesia di era pembangunannya yang memprioritaskan aspek konservasi yang dituangkan dalam peraturan daerah khusus Nomor 10 tahun 2019 tentang pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat.
Komitmen ini merupakan tindaklanjut dari undang-undang otonomi khusus pasal 36 bahwa pembangunan dilakukan berpedoman pada prinsip-prinsip berkelanjutan kelestarian lingkungan manfaat dan keadilan. Dimana diketahui bersama Provinsi Papua Barat memiliki luas wilayah laut 106598,9 kilometer persegi dengan panjang garis Pantai 12.455 kilometer serta dihuni lebih dari 1.700 spesies ikan karang dan 600 spesies karang keras.
Kemudian luas ekosistem mangrove Papua Barat sekitar 482.029 haktar selaian sebagai penyuplai kehidupan periklanan dan kelautan juga penyedia jaga lingkungan pariwisata Bahari serta mencegah abrasi dan dampak perubahan iklim.
Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Peraturan daerah nomor 13 tahun 2019 tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tahun 2019 sampai dengan tahun 2039 mengalokasikan sebesar 4,1 juta hektar atau 39,9% luas wilayah laut sebagai kawasan konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil luar tersebut telah berkontribusi sekitar 13,8% dari luasan target nasional termasuk pengembangan wilayah masyarakat hukum adat yang tersebar di beberapa kabupaten pesisir provinsi Papua Barat.
Lanjut, dalam hal ini pemerintah berkomitmen untuk mendampingi masyarakat adat secara berkelanjutan dalam upaya-upaya tersebut Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan dewan adat Suku Maya melalui BAF membantu pemerintah provinsi Papua Barat serta Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Sorong dalam upaya mewujudkan Blue Action Fund.
Dalam rangka membangun kombinasi dan pemahaman tentang Blue Action Fund yang dijalankan yang terdiri dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Universitas Papua (Unipa), dan dewan Adat suku maya Raja Ampat telah dibentuk komite sebagaimana keputusan kepala dinas kelautan dan perikanan provinsi Papua Barat Nomor 1 Tahun 2022 tentang perubahan keputusan kepala dinas kelautan dan perikanan provinsi Papua Barat nomor 29 tahun 2021 tentang komite pengarah dan seleksi proposal program Blue Action Fund Yayasan Konservasi Alam Nusantara dibentang laut kepala burung Papua Barat.
External Affairs Senior Manager, Oceans at Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Arisetiarso Soemodinoto mengatakan walaupun program ini didanai oleh Pemerintah luar negeri, tapi harus selaras dengan rencana pembangunan dibidang perikanan dan kelautan di Provinsi Papua Barat.
“Untuk itu kami mendorong pembentukan 2 komite yaitu komite pengarah dan komite seleksi proposal, untuk komite proposal lebih diarahkan untuk memastikan dana yang disalurkan oleh bantuan luar negeri sesuai sasaran untuk masyarakat, ” kata dia.
Melalui pertemuan ini, dirinya mengharapkan komite-komite yang telah dibentuk dapat mengenal lebih jauh program Blue Action Fund, dapat mengenal organisasi-organisasi, dan dapat membahas peran fungsi dan tujuan komite serta membangun tata kerja yang selaras.
Kegiatan pendirian konservasi ini, lanjut dia, selain didukung oleh pemerintah juga didukung oleh masyarakat setempat, selain itu juga kami mendorong pendirian kawasan konservasi yang dikelola oleh masyarakat adat dan Papua Barat mempunyai modal yang cukup dengan keberadaan masyarakat hukum adat yang bisa didorong untuk melakukan hal tersebut. [EKA-SF]