Proses Kandidasi Pilkada Sorsel Harus Dibangun Diatas Harmoni Kebersamaan

Philipus Momot, SE.,MM
Sorong, PbP – Dinamika politik di wilayah Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), menjelang pelaksanaan Pilkada tahun 2024 sudah mulai terasa. Sejumlah komunitas masyarakat, mulai memunculkan jagoan-jagoan mereka untuk digadang-gadang ikut bertarung dalam Pilkada nantinya.

Terbaru, dewan adat suku (DAS) Tehit telah mendeklarasikan dukungan bagi 7 anak Tehit, yang nantinya masuk dalam bursa pencalonan sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati Sorong Selatan, pada pemilu kali ini.
Menyikapi dinamika tersebut, Tokoh Intelektual Tehit sekaligus sebagai pencetus dan pendiri LMA Tehit, Kabupaten Sorong Selatan Philipus Momot, SE.,MM mengaku sangat menyambut positif niat baik tersebut, karena bagaimanapun, dalam berdemokrasi setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih.
Namun demikian, selaku tokoh intelektual, Momot menyebut ada suatu realita politik masyarakat yang perlu dibantu, supaya masyarakat jangan terjebak dalam permainan politik yang mengambil kerangka berpikir tradisional atau primitif.
Hal ini, lanjut dia dikarenakan masyarakat Sorong Selatan saat ini, tidak sedang diperhadapkan dengan agenda pemilihan seorang kepala suku, atau ketua kelompok ikatan, tetapi sedang berbicara soal pemimpin pada level pemerintahan yang sangat penting setingkat kabupaten.
Baginya, jauh lebih penting bagi setiap orang atau komunitas masyarakat, yang mempunyai inisiatif untuk memberikan endorse atau dukungan untuk tokoh-tokoh tertentu, mestinya perlu terlebih dahulu memikirkan formula-formula dalam kerangka menjaga keharmonisan, penerimaan dan kebersamaan sebagai warga Sorong Selatan secara utuh.
“Dukungan, endorse bahkan deklarasi sekalipun sah-sah saja dan sangat baik menurut saya. Hanya saja kalau tidak dibarengi dengan norma politik yang baik, maka kita akan memelihara semacam enklave, blok-blok atau polarisasi yang menurut saya tidak bagus dalam konteks kebersamaan kita sebagai warga Kabupaten Sorong Selatan yang utuh dan menyeluruh,” ujar Philipus, saat diwawancarai awak media di Kota Sorong, Senin (29/04/2024).
Menurutnya, perlu ada semacam pikiran jenius dari semua pihak, untuk bagaimana menawarkan semacam rambu-rambu normatif atau politis dalam rangka mengarahkan kandidasi ini. Ia mengatakan, jika merujuk pada norma aturan umum terkait Pemilu, maka semua orang mempunyai kedudukan yang sama dalam kapasitasnya untuk memilih dan dipilih.
Namun, jika merujuk pada kekhususan Papua, melalui UU nomor 2 tahun 2021 tentang Otonomi khusus, maka sudah dapat dipastikan, peluang untuk maju dan menduduki posisi jabatan gubenur wakil gubernur, bupati wakil bupati atau walikota wakil walikota merupakan milik orang asli Papua (OAP).
Sorong Selatan, sebut dia hari ini didiami oleh banyak komunitas suku, baik yang berasal dari 7 wilayah adat Papua maupun suku-suku lain dari nusantara. Momot menekankan, dalam konteks keberagaman ini, maka sebagai warga negara perlu harus saling menghargai, saling melindungi hak-hak warga negara itu sendiri, sehingga didalam proses pemilihan kepala daerah nantinya tidak menimbulkan kesenjangan sosial yang menyebabkan perpecahan.
“Kalau kita berkaca dari UU Otsus yang mengatur tentang gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota wajib orang asli Papua. Dalam posisi ini kita melihat Kabupaten Sorsel ini terdiri dari sejumlah komunitas suku-suku asli Papua, yang tentu memiliki hak yang sama untuk menduduki jabatan, untuk ikut serta dalam proses pemilihan bupati dan wakil bupati,” sebut Momot.
Momot menegaskan, dengan gambaran penjelasan tersebut, maka apa yang dilakukan oleh komunitas masyarakat adat Tehit, setidaknya perlu dibarengi dengan komunikasi dan diplomasi, terhadap semua komunitas masyarakat adat juga warga nusantara yang ada di Sorong Selatan.
Hal ini, perlu dilakukan, agar apa yang menjadi kesepahaman atau harapan warga suku Tehit dalam konteks kandidasi ini, tidak terkesan sebagai sebuah pengklaiman, atau justifikasi yang seolah-olah hanya orang Tehit atau orang asli Sorong Selatan saja yang boleh ikut dalam pertandingan.
Selain itu, melalui komunikasi yang baik dengan semua komunitas suku, maka dapat memungkinan, apa yang menjadi keinginan, atau harapan masyarakat adat Tehit untuk menjadi pemimpin di Sorong Selatan, dapat diterima secara lapang dada oleh semua pihak.
“Sebagai tokoh intelektual tapi juga tokoh adat, kami memiliki suatu harapan bahwa untuk menjaga keharmonisan hubungan antar komunitas masyarakat adat juga nusantara yang ada di Sorsel, perlu dibangun koordinasi dan komunikasi yang harmoni. Artinya para pimpinan lembaga adat dan juga para tokoh harus membangun komunikasi, silahturahmi dan koordinasi yang baik, santun dan beretika untuk bagaimana mengajak mereka menyatukan presepsi dalam rangka membawa keinginan dan kepentingan atau kerinduan suku besar Tehit, untuk menjadi bupati dan wakil bupati di Kabupaten Sorsel,” sebut Momot.
Selain untuk penerimaan, ia menyebut komunikasi yang harmoni juga penting dalam rangka membatasi persaingan-persaingan tidak sehat, baik antar sesama anak Tehit maupun dengan komunitas masyarakat suku Papua lainnya. Ia menegaskan, Kabupaten Sorong Selatan butuh situasi dan suasana yang sejuk, agar proses pembangunan dalam rangka kesejateraan masyarakat bisa berjalan dengan baik dan maksimal.
“Jangankan kita lihat ke luar, untuk kita orang Tehit sendiri saja sudah ada persaingan mau mencalonkan diri. Dengan demikian ini perlu ada koordinasi dan komunikasi yang efektif, yang baik sehingga keinginan dan harapan ini bisa tercapai, tetapi di satu sisi Kabupaten Sorsel tetap aman, tertib dan terkendali,” pungkasnya. [JOY]