Tahun ini, Poltekkes Kemenkes Sorong Belum Terapkan Kampus Merdeka

Sorong, PbP –  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah meluncurkan program Kampus Merdeka, Merdeka Belajar. Sejumlah perguruan tinggi pun ada yang sudah menerapkan, dan masih belum mau menerapkan kebijakan Kemendikbud RI tersebut.

Demikian pula dengan perguruan tinggi yang berada dibawah sejumlah kementerian diluar Kemendikbud RI pun masih mempertimbangkan kebijakan Kampus Merdeka , Merdeka Belajar. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekes Kemenkes) Sorong yang merupakan salah satu dari 38 Poltekes di seluruh Indonesia sebagai unit pelaksana teknis Kemenkes yang berada dibawah pembinaan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK) salah satu diantara perguruan tinggi dibawah naungan kementerian lain diluar kemendikbud yang masih mempertimbangkan kebijakan tersebut.

Direktur  Poltekes Kemenkes Sorong Ariani Pongoh, S.ST. M.Kes, ketika ditemui Papua barat Pos, di ruang kerjanya, Jumat (13/11) mengatakan kebijakan Kemendikbud mengenai merdeka belajar atau kampus merdeka belum pihaknya tindaklanjuti dalam Tahun Akademik 2020, karena masih menunggu arahan dan aturan dari badan PPSDMK Kemenkes RI. “Kami kan salah satu dari 38 Poltekkes yang berada di bawah pembinaan badan PPSDMK Kemenkes. Tentunya agar berjalan bersama, biasanya ada peraturan dari badan PPSDMK,” kata Ariani.

Meski demikian, Ariani menekankan tidak tertutup kemungkinan di tahun depan Poltekes Kemenkes Sorong sudah bisa menerapkan salah satu kebijakan unggulan Kemendikbud RI tersebut. “Insyaa Allah, Poltekkes Kemenkes Sorong akan menuju ke sana pula dan kemungkinan tahun depan akan menerapkan sistem merdeka belajar atau kampus merdeka,” ungkap Ariani.

Selaku pimpinan Poltekes Kemenkes Sorong telah pula mempelajari kebijakan kampus merdeka, merdeka belajar. Dan sangat mengapresiasi kebijakan Kemendikbud RI tersebut. “Saya sangat setuju dengan kebijakan Kampus Merdeka, Merdeka Belajar bahkan mensuport kebijakan tersebut,” ucap dia.

Namun tentunya, sambung Ariani, harus pula disesuaikan dengan kondisi lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Poltekes Kemenkes Sorong inikan, lanjut Ariani, systemnya pendidikan vokasi.  “Pendidikan vokasi ini adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, sehingga lebih mengutamakan praktek ketimbang teoritis. Perbandingannya,  30 sampai 40 persen teori,  dan 60 persen pendidikannya praktek,” Ariani menerangkan.

Mahasiswa di Poltekes Kemenkes Sorong inikan ,ditambahkannya, lahan prakteknya langsung di laboratorium masing-masing prodi dan puskesmas, rumah sakit, praktek mandiri bidan dan magang di beberapa rumah sakit yang telah diajak kerjasama dengan Memorandum of Understanding.

Untuk diketahui sebagaimana dikutip dari website resmi Kemendikbud RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar yang diberi tajuk Kampus Merdeka dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Kebijakan Kampus Merdeka ini, terdapat empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.  Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.

Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan.

Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Dimana akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun, akan diperbaharui secara otomatis.

Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks). “Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan,” kata Nadiem Makarim.

Disisi lain, saat ini bobot sks untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.

Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai SKS diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. [EKA-SF]

Please follow and like us:
Like
Like Love Haha Wow Sad Angry

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *