Sorong, PbP – Negara Republik Indonesia (RI), baru saja memperingati HUT Proklamasi ke-76, pada Selasa (17/8) kemarin. Seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote bersukacita merayakan hari kemerdekaan, yang telah diraih dengan darah dan air mata oleh para pahlawan dari tangan penjajah.
Kata merdeka sendiri berasal dari bahasa Sanskerta “maharddhika” yang berarti kaya, sejahtera dan kuat. Sementara dalam KBBI, merdeka artinya bebas atau tidak bergantung/independen.
Kemerdekaan secara harafiah seturut KBBI, sejatinya sudah diraih oleh bangsa Indonesia pada tahun 1945 silam. Indonesia terbebas dari penjajahan dan berdiri secara independen sebagai sebuah bangsa yang mandiri.
Namun kemerdekaan sesungguhnya sebagaimana kata “maharddhika” sebetulnya hingga kini belum dirasakan seutuhnya oleh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang termaktub dalam sila kelima Pancasila, tetap menjadi angan-angan dan cita-cita bangsa yang entah sampai kapan bisa tercapai.
Potret kehidupan masyarakat yang hidup jauh dibawah kata layak, begitu muda ditemukan di balada nusantara. Tak sedikit rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan, pendidikan dibawa rata-rata, tidak mendapatkan hak politik secara baik, hak asasinya direnggut, bahkan masih ada masyarakat yang hidup didalam ketidakpastian karena kondisi keamanan yang tidak stabil.
Kondisi bangsa saat ini mestinya bisa menjadi bahan permenungan bagi para pemimpin bangsa, dalam merefleksikan peringatan HUT Proklamasi hari ini. Rakyat Indonesia, sudah seharusnya merasakan arti kemerdekaan yang sesunggungnya. Hidup sejahtera, aman dan damai di bumi pertiwi sebagaimana semangat Pancasila dan UUD 1945.
Indonesia kini membutuhkan kerja lebih, butuh sentuhan-sentuhan kasih serta butuh hati untuk melayani, demi memastikan semua rakyat menikmati kemerdekaan sejatih. Seperti halnya yang dilakukan Anggota DPR Papua Barat, Abdullah Gazam pada momentum peringatan HUT RI ke-76. Sebagai anak bangsa yang diberikan kapasitas lebih, Gazam tak canggung menggunakan kapasitasnya untuk memerdekakan rakyatnya.
Adalah Yoap Maratar, salah satu orang asli Papua (OAP) di Kota Sorong yang beruntung mendapatkan kado istimewah kemerdekaan dari sang legislator. Ia merdeka dari ketidaknyamanan akibat kondisi tempat tinggalnya yang sangat tidak layak, yang telah ia huni berasama istri dan anak-anaknya selama bertahun-tahun belakangan.
Inilah kondisi rumah Yoap Maratar sebelum dilakukan renovasi melalui program bantuan Yayasan Pemberdayaan Kebangkitan Bangsa (Y-PKB) Papua Barat. PbP/JOY
“Hari ini kami memerdekakan bapak Yoap Maratar, orang asli Papua yang selama ini hidup menderita karena kondisi rumah yang sangat tidak layak. Kita bersyukur sudah memerdekakan salah satu warga yang selama ini hidup didalam penderitaan,” demikian Gazam, sesaat sebelum menggunting pita tanda peresmian rumah layak huni milik Yoap Maratar, yang merupakan bantuan dari Yayasan Pemberdayaan Kebangkitan Bangsa (Y-PKB) Papua Barat, Selasa (17/8) sekitar pukul 13.00 WIT.
Ya, rumah milik Yoab Maratar yang beralamat di Jalan Mawar, Komplek BTN, Kota Sorong ini memang kondisinya sangat memprihatinkan. Rumah berukuran 3×2,5 meter itu dindingnya hanya menggunakan senk bekas, kemudian atapnya banyak yang bocor. Kondisi ini tentu membuat keluarga mereka sangat tidak nyaman, apalagi jika tiba musim penghujan.
Keadaan merekalah yang membuat hati seorang Abdullah Gazam tergugah, sehingga melalui kapasitasnya sebagai Ketua DPW PKB Papua Barat, memberikan bantuan berupa satu rumah layak huni bagi keluarga Yoab Maratar. Kini keluarga Yoab bisa tinggal dengan nyaman dan merasakan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
“Inilah hakikat kemerdekaan sesungguhnya yang dikehendaki oleh sebagian besar rakyat Indonesia, yang mungkin saja nasibnya sama atau bahkan lebih miris lagi dari bapak Yoap Maratar. Karena sebagai warga negara tentu juga memiliki hak hidup yang layak di atas negeri Indonesia tercinta ini, sebagaimana tertuang dalam sila kelima Pancasila sebagai dasar negara dan konstitusi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan seterusnya,” cetus Gazam.
Keluarga Yoap Maratar boleh tersenyum lebar menikmati “kemerdekaan” usai menempati rumah baru mereka. Namun, jika kita sedikit mengalihkan pandangan ke sisi lain, cerita keluarga Yoap Maratar sebenarnya hanya secuil dari potret kehidupan masyarakat, khususnya OAP di Kota Sorong yang sampai saat ini masih hidup didalam penderitaan.
Masih banyak keluarga OAP yang belum memiliki tempat tinggal layak, belum mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang baik dan sebagainya. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah untuk segera diselesaikan di waktu-waktu mendatang.
“Masih banyak warga lain yang bahkan hidup jauh lebih menderita dari bapak Yoap Maratar. Nah ini tugas berat kita kedepan, untuk kita sama-sama bersinergi, baik pemerintah daerah maupun pusat dalam memberikan pelayanan terbaik, memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga kemerdekaan boleh dirasakan secara seutuhnya oleh semua lapisan masyarakat,” tutup Gazam. [JOY]