Banyak Sagu di Salawati, Pemerintah Pusat Diminta Hadirkan Pabrik Bihun Berbahan Dasar Sagu

0
IMG-20251104-WA0012

Salawati, PbP- Pulau Salawati terkenal dengan potensi sagu yang melimpah. Sagu dinilai sebagai salah satu produk unggulan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah yang menghubungkan dua adminstrasi pemerintahan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong.

 

Pulau Salawati terbagi menjadi dua, Salawati Seletan masuk wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Sorong, Salawati Utara masuk Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Diatas pulau inilah penghasilan minyak terbesar di wilayah kepada burung Papua (Vogelkop).

 

Melihat potensi sagu di Salawati, seorang pensiunan PNS yang merupakan warga kampung Kalobo, Dwi Irianta kepada Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dan rombongan mengusulkan agar Pemerintah hadirkan pabrik bihun berbahan dasar sagu di Salawati.

 

Usulan ini kata Dwi Irianta seiring tujuan dengan kunjungan kerja yang dilakukan Komisi IV DPR RI ke Kampung Kalobo sebagai Kampung Pertanian dan Peternakan untuk mendorong penguatan sektor pertanian dan peternakan di Kabupaten Raja Ampat.

 

“Intinya kedatangan Bapak-bapak ke sini adalah mensejahterakan Masyarakat, Disini banyak sagu, tolong datangkan industri yang bikin bihun dari sagu dan juga penanaman sagu baru,” ujar Dwi, Jumat (31/10/2025).

 

Pada kesempatan itu, Dwi yang datang bersama orang tuanya melalui program transmigrasi di Salawati tanggal 18 Desember 1982 meminta Pemerintah dihadirkan gudang bibit padi, gudang bibit sayur, dan juga bibit tanaman buah-buahan.

 

“Disini maskotnya durian, tolong dikirim bibit durian tahun depan ini yah Pak, minimal 1 juta pohon pak,” ujar Dwi.

 

Dihadapan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dwi Irianta meminta Pemerintah bangun jalan pertanian, disini semua biaya mahal, mau panen susah, panjang jalan pertanian disini cuma sekitar 5 ribu meter lebih panjang rell kereta api di Jakarta.

 

Lebih lanjut kata Dwi, Pemerintah diminta bangun barak petani di tengah sawah yang bisa menyimpan alat pertanian dan menampung gabah saat hujan, ketika ini terpenuhi, yakin petani Kampung Kalobo akan bahagia.

 

“Jika ini terpenuhi, Pegawai Raja Ampat gak usa datangkan beras dari Jawa, disini bisa,” jelasnya.

 

Dwi Irianta menegaskan bahwa Kampung Kalobo merupakan gudang ternak Raja Ampat, ribuan ternak disebut berada di Kalobo. Namun tidak satupun dokter hewan yang ditempatkan di Kalobo.

 

“Tapi kasian pak, sering banyak yang mati, kerana apa, gak ada dokter hewan, tidak ada mantri hewan, yang hanya PNS yang dikursus satu Minggu tiga hari, artinya kurang kemampuannya,” kata Dwi.

 

Sebelum mengakhiri pertanyaannya, Dwi meminta Pemerintah hadirkan toko grosir di seluruh Wilayah Raja Ampat yang menyediakan bahan makan dengan harga terjangkau sehingga warga tidak usa ke Sorong mengunakan perahu kecil dengan angin utara dan selatan yang begitu kencang.

 

“Masa harga beras di kampung 20 ribu per Kg ini bagaimana, katanya mau mensejahterakan masyarakat,” tegasnya.

 

Terakhir kata Dwi, Transmigrasi sudah 30 Tahun lebih, Infrastrukturnya tidak beres-beres, jalan banyak yang rusak-rusak, sampai orang pertama yang datang melalui program transmigrasi tanggal 18 Desember 1982 pada meninggal semua jalannya masih begitu saja. [MPS]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *